PROGRAM TRANSISIONAL

Penderitaan Kematian Kapitalisme dan Tugas Internasional Keempat

Leon Trotsky (1938)


Sumber: The Transitional Program. Leon Trotsky Internet Archive.

Penerjemah: Ted Sprague (Februari 2007. Revisi ke-1: Februari 2012; Revisi ke-2: 25 April, 2024)


Kata Pengantar Program Transisional Edisi Bahasa Indonesia

Program Transisional adalah dokumen perspektif yang ditulis oleh Leon Trotsky untuk Kongres Pendirian Internasional Keempat pada 1938. Depresi Hebat 1929, kebangkitan Hitler pada 1933, cekaman Perang Dunia baru yang kemudian pecah pada 1939, Perang Sipil Spanyol, inilah periode yang dimasuki oleh masyarakat kita ketika Leon Trotsky menggagaskan dan mempersiapkan sebuah Internasional yang baru dengan tugas historis “menumbangkan kapitalisme, bukan mereformanya ... dan penaklukkan kekuasaan oleh proletariat untuk mengekspropriasi kaum borjuis.”

Dalam perjuangannya melawan kontra-revolusi birokratik di Uni Soviet dan Partai Bolshevik, Trotsky tidak pernah menempuh jalan sektarian, yakni dia tidak memisahkan diri dari organisasi perjuangan massa. Semenjak pembentukan faksi Oposisi Kiri pada tahun 1923, sampai ia dipecat dari Partai Komunis Uni Soviet (PKUS) dan lalu diasingkan, Leon Trotsky tetap menganggap kelompoknya sebagai faksi oposisi di dalam PKUS dan Komunis Internasional (Komintern atau Internasional Ketiga) dengan tujuan mengembalikan PKUS dan Komintern ke jalan komunisme yang sejati. Selama bertahun-tahun, Trotsky dan pengikutnya berjuang dalam kondisi yang sulit ini, dicemooh, dipukuli, bahkan sampai dibunuh oleh agen-agen Stalinis. Semua ini demi meraih telinga kaum buruh dan komunis sejati di dalam PKUS dan Komintern.

Namun ketika Komintern tidak sanggup melawan kebangkitan Hitler – dan bahkan tidak mampu belajar dari kekalahan tersebut yang akhirnya menyiapkan Perang Dunia Kedua – Trotsky menganggap bahwa secara de facto Komintern telah mati dan tidak bisa dihidupkan kembali. Oleh karenanya, pada 1938 ia mendirikan Internasional Keempat sebagai Internasional yang baru. Analisanya tidak keliru. Lima tahun kemudian pada 1943, Stalin meresmikan secara formal apa yang telah menjadi kenyataan secara de facto: ia membubarkan Komintern untuk menyenangkan hati negara-negara Sekutu dan memastikan kepada mereka tidak ada lagi agenda revolusi sosialis dunia.

Dokumen perspektif Program Transisional bertujuan mempersiapkan kader-kader yang mampu menghubungkan program tuntutan sehari-hari dengan tugas historis kaum buruh untuk menumbangkan kapitalisme dan membawa sosialisme. Metode ini dinamakan program transisional, sebuah jembatan penghubung antara program minimum, yakni reforma-reforma dalam batasan kapitalisme, dan program maksimum, yakni perebutan kekuasaan ekonomi dan politik oleh kaum buruh. Selama program minimum masih memiliki vitalitasnya dalam menyerang fondasi kapitalisme, kaum revolusioner tidak boleh mencampakkannya. Pertimbangan apa yang menjadi tuntutan transisional harus dilakukan dengan memperhatikan situasi sosial dan politik yang konkret. Pada satu saat, apa yang sebelumnya adalah tuntutan transisional dapat menjadi tuntutan yang justru ada di belakang kesadaran rakyat dan menghalangi perkembangan kesadaran kelas.

Dalam situasi krisis kapitalisme, apa yang biasanya adalah tuntutan-tuntutan yang mungkin dipenuhi di dalam batasan kapitalisme dapat menjadi tuntutan-tuntutan revolusioner. Krisis kapitalisme baru-baru ini pada 2008 telah membuat banyak pencapaian kelas buruh negara-negara maju, seperti 8-jam-kerja, tunjangan hari tua, dsb., menjadi hal yang semakin sulit dipertahankan. Kapitalis menyerang pencapaian-pencapaian ini. Dalam situasi seperti ini, bahkan tuntutan jaminan pensiun di umur 65 tahun dan tuntutan 8-jam-kerja dapat menjadi tuntutan revolusioner yang mampu membantu kelas buruh memahami tugas historisnya.

Di Indonesia, di mana hak-hak dasar buruh saja masih belum terpenuhi, perjuangan untuk 8-jam kerja, upah layak, pendidikan gratis, kesehatan gratis, dsb. dapat menjadi tuntutan revolusioner, selama setiap usaha dilakukan untuk selalu menghubungkannya dengan tugas historis kelas buruh. Tidak seperti kaum reformis yang kerap berhenti pada tuntutan reforma saja dan tidak berani maju lebih lanjut ketika dihadapkan dengan momen revolusi yang menentukan, kaum revolusioner justru menggunakan tuntutan reforma sebagai batu pijakan menuju revolusi.

Apa itu program? Program adalah instrumen partai, seperti halnya perkakas adalah instrumen buruh untuk melakukan tugasnya. Program partai tidak jatuh dari langit. Ia bukanlah hasil dari dorongan moral yang abstrak, tetapi adalah hasil pengalaman historis bersama dari perjuangan kelas buruh. Program memberikan sebuah ekspresi terorganisir bagi perjuangan massa. Program partai adalah satu daftar tuntutan yang tugasnya adalah untuk memperkuat kelas buruh dalam kapasitasnya untuk berorganisasi dan berjuang. Ia bukan serta merta sebuah daftar tuntutan untuk dipenuhi, yang lalu disoraki setelah terpenuhi. Program partai adalah sebuah tuntutan perjuangan. Ia dikedepankan untuk “mendidik ulang” massa mengenai kekuatan mereka di dalam masyarakat ini. Ia dirancang untuk mengubah buruh menjadi sebuah kelas untuk dirinya sendiri, dan bukan kelas dalam dirinya sendiri. Inilah yang membedakan seorang reformis dari seorang revolusioner. Yang pertama melihat sebuah program hanya sebagai daftar tuntutan untuk dipenuhi, yang belakangan melihat lebih jauh dari itu, yakni sebagai cara untuk menuju revolusi sosial.

Sebuah program dapat menjadi daftar tuntutan reforma di dalam kerangka kapitalisme selama periode non-revolusioner (upah lebih tinggi, kepastian Jamsostek, jaminan hari tua, perbaikan THR, dll.), atau di kutub yang lain, ia dapat menjadi daftar tuntutan yang mengedepankan masalah perebutan kekuasaan selama periode revolusioner. Semua ini tergantung pada tingkat kesadaran kelas massa dan kondisi objektif umum (situasi ekonomi dan politik). Yang belakangan ini (kondisi objektif umum) adalah pemandu umum bagi bentuk dan isi program, sementara kesadaran kelas memiliki hubungan dialektika dengan program tersebut. Tugas program adalah untuk membawa kesadaran kelas menjadi harmonis dengan kondisi objektif umum. Inilah hubungan antara program dengan kesadaran buruh. Program tidak boleh dibangun hanya berdasarkan tingkat kesadaran buruh pada saat itu. Ini mengekor namanya. Seperti yang dijabarkan oleh Leon Trotsky:

“Kesadaran massa bisa terbelakang; maka tugas politik partai adalah menyelaraskan kesadaran massa dengan kondisi objektif, untuk membuat kaum buruh memahami tugas objektif mereka. Tetapi kita tidak boleh mengadaptasi program kita pada kesadaran terbelakang kaum buruh. Kesadaran dan mood adalah faktor sekunder – faktor yang utama adalah situasi objektif.” (Leon Trotsky, Diskusi dengan Trotsky Mengenai Program Transisional)

Setelah kita memahami pentingnya sebuah program dalam gerakan, kita harus tahu bagaimana merumuskan dan mengantarnya ke rakyat. Inilah salah satu pelajaran penting dari “Program Transisional” karya Trotsky ini. Jelas kalau tuntutan-tuntutan yang Trotsky kedepankan pada tahun 1938 adalah untuk situasi pada saat itu. Usaha untuk menjiplaknya ke situasi sekarang adalah dogmatis. Kita harus tahu konteks penulisan dokumen tersebut, yang sudah dijabarkan sedikit banyak di pengantar ini. Mari kita ambil contoh tuntutan pembentukan Milisi Pertahanan Buruh. Tuntutan ini tentunya akan konyol sekali kalau dikedepankan di Amerika Serikat sekarang. Leon Trotsky mengajukan tuntutan tersebut sebagai salah satu tuntutan penting ketika fasisme Italia dan Jerman (dan juga kekuatan-kekuatan fasisme di negara-negara lain) sedang menguat dan kaum fasis dengan brutal menyerang kaum buruh. Namun di Indonesia, di mana sering sekali pertemuan-pertemuan kiri diserang oleh preman-preman semi-fasis (PERMAK, FPI, dsb.) dan polisi biasanya diam saja, tuntutan ini dapat dipakai. Tentunya tuntutan ini tidak akan menjadi tuntutan utama pada tahapan sekarang, namun tuntutan tersebut sudah bisa mulai disosialisasikan ke serikat-serikat buruh supaya setidaknya embrio-embrio kelompok pertahanan buruh sudah bisa mulai diorganisir.

Periode pada saat Trotsky menulis dokumen tersebut adalah periode ketika kepemimpinan organisasi-organisasi buruh resmi – kaum Sosial Demokrat dan kaum Stalinis – telah menjadi batu penghalang terbesar bagi revolusi sosialis. Dalam partai-partai massa dan serikat-serikat buruh, para pemimpin ini lagi dan lagi membawa buruh ke kekalahan. “Krisis yang sekarang dihadapi oleh peradaban manusia adalah krisis kepemimpinan proletariat,” begitu ujar Trotsky. Salah satu tugas Internasional Keempat adalah mengekspos kebangkrutan para pemimpin pengkhianat tersebut dan membentuk kepemimpinan yang baru. Namun ini tidak bisa dilakukan dengan memisahkan diri dari perjuangan internal di dalam organisasi-organisasi massa. Dengan keras dan tegas Trotsky memerangi sektarianisme:

“Bagi kaum sektarian, mempersiapkan revolusi berarti meyakinkan diri mereka sendiri akan keunggulan sosialisme. Mereka menganjurkan untuk mencampakkan serikat-serikat buruh yang “lama”, dengan kata lain mereka menganjurkan untuk meninggalkan puluhan juta buruh yang terorganisir – seolah-olah massa dapat hidup di luar kondisi perjuangan kelas yang sesungguhnya! Mereka tidak peduli pada perjuangan internal di dalam organisasi-organisasi reformis – seolah-olah mereka dapat memenangkan massa tanpa berpartisipasi di dalam perjuangan sehari-hari mereka!”

Trotsky dengan tegas menganjurkan kader-kader Internasional Keempat untuk bekerja di dalam organisasi-organisasi massa buruh – partai politik maupun serikat buruh – untuk meraih telinga buruh dan menemani mereka dalam perjuangan mereka melawan sayap kanan dan elemen borjuis di dalam organisasi perjuangan mereka. “Dia yang tidak mencari dan tidak menemukan jalan menuju massa bukanlah pejuang, melainkan beban mati bagi partai.”

Delapan puluh tahun kemudian, kita masih dihadapi dengan kepemimpinan gerakan yang buruk, yang berulang kali telah menjadi penjegal perjuangan kelas. Runtuhnya Uni Soviet memang mengekspos kebangkrutan birokrasi Stalinis, namun tidak mengeksposnya secara revolusioner yang memberikan jalan keluar bagi perjuangan kelas. Yang terjadi justru adalah penguatan paham reformisme. Borjuasi meningkatkan serangan ideologis mereka. Marxisme telah gagal, begitu kata mereka. Postmodernisme, post-Marxisme, neo-Marxisme, Jalan Ketiga, Akhir-Sejarah, Empire; berbagai ideologi asing ini masuk meracuni gerakan buruh dan kepemimpinannya. Tugas kaum revolusioner dari dulu sampai sekarang masihlah sama: mengobarkan perjuangan ideologi melawan gagasan-gagasan asing ini.

Sayangnya, Trotsky dibunuh oleh agennya Stalin dua tahun setelah pembentukan Internasional Keempat dan tidak bisa memandu organisasi yang masih muda ini. Perang adalah satu hal yang kompleks dan dapat mengubah perimbangan kekuatan kelas dan politik dengan begitu cepat, apalagi perang berskala dunia. Perang Dunia Kedua sebagian besar terjadi di garis depan Timur, yakni antara Nazi Jerman dan Uni Soviet. Perang ini akhirnya dimenangkan oleh Uni Soviet yang dengan ekonomi terencananya – dan semangat rakyat pekerja Uni Soviet untuk mempertahankan Revolusi Oktober dari serangan Fasisme – mampu menggalang semua sumber dayanya. Kemenangan Uni Soviet ini mengubah tatanan politik dunia. Ini menguatkan Stalinisme, secara politik dan ekonomi. Secara politik, Uni Soviet dilihat oleh kaum buruh sedunia sebagai pembebas umat manusia dari cengkeraman fasisme, dan ini memberikan otoritas politik yang sangat besar kepada kaum Stalinis. Secara ekonomi Uni Soviet mendapatkan begitu banyak negara-negara satelit di Eropa Timur.

Sementara, pada waktu yang sama, kehancuran Eropa menjadi landasan material untuk boom kapitalisme yang dipimpin oleh Amerika Serikat yang kekuatan produktifnya utuh karena peperangan terjadi di dataran Eropa dan bukan di dataran Amerika. Dengan Marshall Plan yang disediakan oleh AS, era rekonstruksi Eropa yang hancur lebur karena kebrutalan Perang Dunia Kedua dimulai dan kapitalisme Eropa bangkit dengan megah. Kapitalisme Eropa mampu memberikan konsesi-konsesi kepada buruh dan ini menumpulkan perjuangan kelas. Bilamana buruh selalu bisa mendapatkan konsesi, maka ide reformisme – ide bahwa kesejahteraan buruh dapat diraih secara perlahan-lahan – pun menguat.

Tanpa Leon Trotsky, para pemimpin Internasional Keempat – James Cannon dan yang lainnya – tidak mampu menganalisis situasi yang baru ini. Mereka berpegang teguh pada prognosis Trotsky secara dogmatis bahwa revolusi akan berkobar setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua, bahwa kapitalisme akan roboh. Memang banyak revolusi yang terjadi setelah Perang Dunia Kedua berakhir, namun satu per satu mereka dikhianati oleh para pemimpin reformis dan Stalinis. Di Indonesia, kita tahu sendiri bagaimana revolusi Agustus 1945 dijegal oleh kaum sosial demokrat borjuis seperti Hatta dan Syahrir. Kegagalan para pemimpin ini untuk mengorientasikan Internasional Keempat di situasi yang baru ini akhirnya menyebabkan kehancurannya. Kemampuan untuk bisa mundur secara teratur adalah sama pentingnya dengan kemampuan untuk bisa maju menyerang.

Internasional Keempat mungkin sudah mati sebagai sebuah organisasi, mamun ide-ide revolusioner Leon Trotsky terus hidup. Gerakan Trotskisme secara sejarah adalah satu bagian dari gerakan buruh di sebuah periode yang khusus, yakni periode di mana Marxisme sedang diserbu dari berbagai arah, oleh kaum kapitalis di satu sisi dan oleh kaum birokrat Stalinis dan reformis di sisi lain; periode di mana gerakan buruh sedang diserbu oleh ide-ide asing seperti reformisme, postmodernisme, post-Marxisme, dsb. Tugas historis gerakan Trotskisme adalah menjaga redup api Marxisme di tengah badai, sampai suatu saat api ini akan berkobar kembali.

Ted Sprague,

1 Agustus 2011


Prasyarat Objektif Untuk Revolusi Sosialis

Situasi politik dunia secara keseluruhan terutama ditandai oleh krisis historis kepemimpinan proletariat.

Prasyarat ekonomi untuk revolusi proletar sudah secara umum mencapai titik tertinggi yang mampu dicapai di bawah kapitalisme. Kekuatan produktif umat manusia stagnan. Penemuan-penemuan dan perkembangan-perkembangan terbaru sudah tidak mampu meningkatkan kekayaan material. Krisis-krisis konjungtural di bawah kondisi krisis sosial dari seluruh sistem kapitalis mengakibatkan kelaparan dan kesengsaraan yang semakin parah di antara rakyat. Tingkat pengangguran yang meningkat, pada gilirannya, memperdalam krisis keuangan negara dan melemahkan sistem moneter yang sudah tidak stabil. Rejim-rejim demokratik, dan juga rejim-rejim fasis, terhuyung-huyung dari satu kebangkrutan ke kebangkrutan lainnya.

Borjuasi sendiri tidak bisa melihat jalan keluar. Di negara-negara di mana mereka telah terpaksa menggunakan kartu fasisme, mereka sekarang meluncur dengan mata tertutup menuju bencana ekonomi dan militer. Di negara-negara yang secara historis lebih berprivilese, yakni negara-negara di mana borjuasi masih mampu untuk sementara menikmati kemewahan demokrasi dengan mengorbankan akumulasi nasional (Inggris, Prancis, Amerika, dll.), semua partai kapitalis tradisional berada dalam kondisi kebingungan yang hampir melumpuhkan mereka.

Proyek “New Deal”[1], meskipun awalnya tampak megah, pada kenyataannya tidaklah lebih dari bentuk kekisruhan politik yang spesial, dan hanya mungkin terjadi di negara di mana borjuasi telah berhasil mengumpulkan kekayaan yang tak terkira besarnya. Krisis saat ini, yang masih jauh dari puncaknya, telah berhasil menunjukkan bahwa politik “New Deal”, seperti halnya politik Front Popular[2] di Prancis, tidak mampu membuka jalan keluar dari kebuntuan ekonomi ini.

Hubungan internasional tidak memberikan gambaran yang lebih baik. Di bawah tekanan disintegrasi kapitalisme yang semakin menguat, antagonisme imperialis menemui jalan buntu di mana bentrokan-bentrokan terpisah dan kekacauan-kekacauan lokal yang berdarah-darah (Ethiopia, Spanyol, Asia Timur, Eropa Tengah) secara tak terelakkan pasti menyatu menjadi perang berskala dunia. Borjuasi tentu saja mafhum bahwa perang baru akan mengancam kekuasaannya. Tetapi sekarang kelas itu jauh lebih tidak mampu untuk menghindari perang dibandingkan pada tahun 1914.

Semua argumen bahwa kondisi historis belumlah “matang” untuk sosialisme adalah produk dari ketidaktahuan atau penipuan yang dilakukan secara sadar. Prasyarat objektif untuk revolusi proletar bukan hanya sudah “matang”, tetapi sudah mulai membusuk. Tanpa revolusi sosialis di periode sejarah berikutnya, malapetaka akan mengancam seluruh peradaban umat manusia. Sekarang semua tergantung pada kelas proletar, terutama lapisan pelopor revolusionernya. Krisis historis umat manusia tereduksi menjadi krisis kepemimpinan revolusioner.

Proletariat dan Kepemimpinannya

Ekonomi, negara, dan politik borjuasi dan hubungan internasionalnya sepenuhnya dilanda krisis sosial, yang merupakan ciri khas masyarakat dalam kondisi pra-revolusioner. Hal yang terutama merintangi transformasi kondisi pra-revolusioner ini ke kondisi revolusioner adalah oportunisme kepemimpinan proletariat: kepengecutan borjuis kecilnya di hadapan borjuasi besar dan kolaborasinya dengan borjuasi besar bahkan di saat mereka sedang sekarat.

Di semua negara, kaum proletar dilanda kegelisahan yang mendalam. Berjuta-juta massa, lagi dan lagi, memasuki jalan revolusi. Tetapi setiap kali mereka dihalangi oleh organisasi mereka sendiri yang birokratik dan konservatif.

Kaum proletar Spanyol telah meluncurkan serangkaian upaya heroik semenjak April 1931 untuk mengambil kekuasaan ke dalam tangannya dan menuntun nasib masyarakat. Namun, partai-partai mereka sendiri (kaum Sosial Demokrat, Stalinis, Anarkis, POUM[3]) – masing-masing dengan caranya sendiri bertindak sebagai rem dan dengan demikian menyiapkan kemenangan Franco.

Di Prancis, gelombang pemogokan “duduk” (sitdown strikes) terutama selama Juni 1936, menunjukkan kesiapan sepenuh hati kaum proletar untuk menumbangkan sistem kapitalis. Namun, organisasi-organisasi yang memimpin (kaum Sosialis, Stalinis, Sindikalis) di bawah label Front Popular berhasil menelikung dan membendung arus revolusioner ini, setidaknya untuk sementara.

Gelombang mogok-duduk yang tanpa-preseden dan pertumbuhan serikat buruh industri yang begitu pesat di Amerika Serikat (CIO[4]) adalah ekspresi yang paling tak-terbantahkan dari naluri perjuangan kaum buruh Amerika untuk memenuhi tugas-tugas yang dibebankan pada mereka oleh sejarah. Tetapi di sini, juga, organisasi-organisasi politik yang memimpin, termasuk CIO yang baru saja terbentuk, melakukan segalanya untuk menghalangi dan melumpuhkan tekanan revolusioner massa.

Komintern telah secara pasti bergeser ke sisi tatanan borjuis dan secara sinis memainkan peran kontra-revolusioner di seluruh dunia, terutama di Spanyol, Prancis, Amerika, dan negara-negara “demokratik” lainnya, dan ini menciptakan kesulitan tambahan yang teramat besar bagi kaum proletar sedunia. Di bawah bendera Revolusi Oktober, politik konsiliasi yang dipraktikkan oleh “Front Rakyat” membuat kelas buruh menjadi tidak berdaya dan membuka jalan bagi fasisme.

“Front Rakyat” di satu sisi – fasisme di sisi lain: mereka adalah metode politik terakhir imperialisme dalam perjuangannya melawan revolusi proletar. Akan tetapi, dari sudut pandang sejarah, kedua metode tersebut hanyalah solusi sementara. Pembusukan kapitalisme tetap berlanjut di bawah simbol topi Phrygian[5] di Prancis maupun di bawah simbol swastika di Jerman. Tidak ada jalan keluar kecuali dengan menggulingkan kaum borjuis.

Orientasi massa pertama-tama ditentukan oleh kondisi objektif pembusukan kapitalisme, dan kedua, oleh politik pengkhianatan dari organisasi-organisasi buruh yang lama. Dari faktor-faktor ini, faktor pertama tentu saja adalah faktor yang menentukan: hukum sejarah lebih kuat daripada aparatus birokrasi. Tidak peduli bagaimana metode-metode dari para pengkhianat ini berbeda – dari undang-undang “sosial”-nya Leon Blum[6] sampai ke pengadilan fitnahnya Stalin – mereka tidak akan pernah berhasil mematahkan semangat revolusioner kaum proletar. Seiring berjalannya waktu, usaha-usaha putus-asa mereka untuk menghentikan roda sejarah akan menunjukkan secara jelas pada massa bahwa krisis kepemimpinan proletariat, yang telah menjadi krisis peradaban umat manusia, hanya dapat diselesaikan oleh Internasional Keempat. 

Program Minimum dan Program Transisional

Tugas strategis untuk periode mendatang – periode pra-revolusioner agitasi, propaganda, dan organisasi – adalah mengatasi kontradiksi antara kondisi revolusioner objektif yang telah matang dan ketidakmatangan proletariat serta pelopornya (kebingungan dan kekecewaan generasi tua, dan generasi muda yang kurang berpengalaman). Dalam proses perjuangan sehari-hari, kita harus membantu massa untuk menemukan jembatan penghubung antara tuntutan-tuntutan hari ini dan program revolusi sosialis. Jembatan penghubung ini harus melibatkan sistem tuntutan transisional, yang mengambil titik tolak dari kondisi hari ini dan dari kesadaran lapisan luas kelas buruh hari ini dan secara tak-terelakkan menuju ke satu kesimpulan akhir: penaklukan kekuasaan oleh proletariat.

Sosial Demokrasi Klasik, yang bekerja di era kapitalisme yang saat itu masih progresif, membagi programnya menjadi dua bagian yang terpisah satu sama lain: program minimum yang membatasi dirinya pada reforma-reforma dalam kerangka masyarakat borjuis, dan program maksimum yang menjanjikan sosialisme sebagai pengganti kapitalisme di masa depan yang nun jauh. Antara program minimum dan maksimum ini tidak ada jembatan penghubung. Dan memang Sosial Demokrasi tidak membutuhkan jembatan penghubung semacam itu, karena kata sosialisme hanya digunakan dalam pidato saat May Day atau kongres. Komintern telah mengikuti jalan Sosial Demokrasi di masa kapitalisme yang tengah membusuk: ketika, secara umum, tidak mungkin ada reforma sosial yang sistematis dan peningkatan taraf hidup rakyat; ketika setiap tuntutan serius dari kaum proletar dan bahkan setiap tuntutan serius dari kaum borjuis kecil secara tak-terelakkan akan melampaui batas-batas relasi kepemilikan kapitalis dan negara borjuis.

Tugas strategis Internasional Keempat bukanlah mereforma kapitalisme, tetapi menumbangkannya. Tujuan politiknya adalah penaklukkan kekuasaan oleh proletariat untuk mengekspropriasi kaum borjuis. Namun, pemenuhan tugas strategis ini mustahil tanpa perhatian penuh terhadap semua masalah taktik, bahkan yang kecil dan parsial. Semua lapisan proletariat harus ditarik masuk ke dalam gerakan revolusioner. Zaman sekarang ini berbeda bukan karena ia membebaskan partai revolusioner dari kerja sehari-hari, tetapi karena ia mengizinkan kerja ini untuk dilakukan secara tak terpisah dari tugas-tugas revolusi yang sesungguhnya.

Internasional Keempat tidak mencampakkan program tuntutan “minimum” yang lama selama tuntutan-tuntutan tersebut setidaknya masih mempertahankan sebagian kekuatan vitalnya. Tanpa kenal lelah, Internasional Keempat membela hak-hak demokratik dan pencapaian-pencapaian sosial kaum buruh. Tetapi Internasional Keempat menjalankan kerja sehari-hari ini di dalam kerangka perspektif revolusioner yang tepat. Selama tuntutan-tuntutan “minimum” yang lama dan parsial ini berbenturan dengan tendensi destruktif kapitalisme yang membusuk – dan ini terjadi di setiap langkahnya – Internasional Keempat memajukan sebuah sistem tuntutan transisional, yang esensinya terkandung di dalam fakta bahwa tuntutan-tuntutan tersebut dengan semakin terbuka dan tegas diarahkan untuk menghancurkan fondasi rejim borjuis. “Program minimum” yang lama digantikan dengan Program Transisional, yang tugasnya adalah memobilisasi massa secara sistematis untuk revolusi proletar.

Upah dengan Skala Relatif dan Jam Kerja dengan Skala Relatif

Di bawah kondisi kapitalisme yang membusuk, rakyat terus hidup dalam kondisi yang serba kekurangan sebagai kaum tertindas, dan sekarang lebih terancam bahaya terlempar ke dalam jurang kemelaratan. Mereka harus mempertahankan sesuap nasi mereka, bila mereka tidak dapat meningkatkan atau memperbaikinya. Kita tidak perlu dan tidak punya waktu untuk menyebutkan satu persatu tuntutan-tuntutan parsial dan terpisah tersebut, yang dari waktu ke waktu lahir dari situasi yang konkret – nasional, lokal, serikat buruh. Tetapi, dua problem ekonomi yang mendasar, yang di dalamnya terangkum absurditas sistem kapitalisme yang semakin hari semakin tidak masuk akal, adalah pengangguran dan harga tinggi; kedua problem ini menuntut slogan dan metode perjuangan yang tergeneralisasi.

Internasional Keempat menyatakan perang tanpa-kompromi terhadap politik kaum kapitalis yang, pada tingkatan tertentu, seperti politik agen-agen mereka kaum reformis, bertujuan untuk menempatkan seluruh beban militerisme, krisis, kekacauan sistem moneter, dan semua problem yang disebabkan oleh kemunduran kapitalisme di atas punggung rakyat pekerja. Internasional Keempat menuntut lapangan kerja dan kondisi hidup yang layak untuk semua.

Slogan inflasi moneter atau stabilisasi moneter tidak boleh menjadi slogan kaum proletar karena keduanya hanyalah dua sisi dari koin yang sama. Untuk melawan kenaikan harga, yang akan menjadi semakin tak terkendali dengan semakin dekatnya perang, kita hanya bisa berjuang di bawah slogan upah dengan skala relatif. Ini berarti perjanjian kerja bersama harus menjamin kenaikan upah yang otomatis seiring dengan naiknya harga barang-barang konsumen.

Di bawah ancaman disintegrasi kapitalisme, kaum proletar tidak boleh membiarkan semakin banyak buruh menjadi penganggur kronik, yang hidup dari tumpahan kotoran masyarakat yang tengah runtuh. Hak atas pekerjaan adalah satu-satunya hak penting yang masih tersisa bagi buruh dalam masyarakat yang berdasarkan eksploitasi. Hari ini hak tersebut adalah hak yang tersisa bagi buruh di masyarakat yang berdasarkan eksploitasi. Hak ini sekarang sedang direnggut darinya di setiap langkah. Untuk melawan pengangguran, baik pengangguran “struktural” maupun “konjungtural”, sudah waktunya kita memajukan slogan pekerjaan umum dan slogan jam kerja dengan skala relatif. Serikat-serikat buruh dan organisasi-organisasi massa lainnya harus menyatukan kaum buruh dan kaum penganggur dalam solidaritas tanggung jawab bersama. Berdasarkan ini, semua pekerjaan akan dibagi di antara semua buruh yang ada sesuai dengan bagaimana jam kerja mingguan ditentukan. Upah rata-rata setiap buruh tetap sama seperti di bawah jam kerja mingguan sebelumnya. Upah, yang diatur sesuai dengan ketentuan upah minimum yang dijamin secara ketat, akan mengikuti pergerakan harga barang. Dalam periode bencana saat ini, kita tidak mungkin menerima program lain.

Para pemilik properti dan pengacara mereka akan membuktikan “kemustahilan” tuntutan-tuntutan ini. Kapitalis-kapitalis yang lebih kecil, terutama yang sudah hampir pailit, akan merujuk pada pembukuan mereka. Kaum buruh dengan tegas menolak kesimpulan dan referensi tersebut. Ini bukanlah bentrokan “normal” antara kepentingan-kepentingan material yang berlawanan. Ini untuk menjaga kaum proletar dari pembusukan, demoralisasi, dan kehancuran. Ini masalah hidup atau mati satu-satunya kelas yang kreatif dan progresif, dan dengan itu masalah hidup atau mati masa depan umat manusia. Bila kapitalisme tidak mampu memenuhi tuntutan-tuntutan yang secara tak terelakkan muncul dari bencana yang disebabkan oleh dirinya sendiri, maka biarlah kapitalisme binasa. Dalam kondisi saat ini, masalah apakah tuntutan-tuntutan itu “dapat direalisasikan” atau “tidak dapat direalisasikan” adalah masalah perimbangan kekuatan, yang hanya bisa ditentukan oleh perjuangan. Lewat perjuangan ini, apapun keberhasilan praktis dan langsung yang dicapainya, kaum buruh akan memahami dengan baik bahwa perbudakan kapitalisme harus dilikuidasi.

Serikat buruh di Masa Transisi

Dalam perjuangan untuk tuntutan-tuntutan parsial dan transisional, kaum buruh sekarang sangat membutuhkan organisasi massa, terutama serikat buruh. Perkembangan serikat buruh yang kuat di Prancis dan Amerika Serikat adalah sanggahan terbaik terhadap khotbah-khotbah para doktriner ultra-kiri yang telah mengajarkan bahwa serikat buruh sudah “tidak lagi berguna”.

Kaum Bolshevik-Leninis berdiri di garis depan semua perjuangan, bahkan ketika perjuangan tersebut hanya melibatkan kepentingan material atau hak demokratik kelas buruh yang paling sederhana. Dia ikut serta secara aktif dalam serikat buruh massa guna memperkuat mereka dan meningkatkan semangat militansi mereka. Dia berjuang tanpa kompromi melawan setiap upaya untuk menundukkan serikat buruh pada negara borjuis dan merantai kaum proletar dengan “arbitrase wajib” dan setiap bentuk perwalian polisi – tidak hanya bentuk fasis tetapi juga bentuk “demokratik”. Perjuangan melawan kaum reformis, termasuk kaum reformis-birokratik Stalinis, hanya mungkin berhasil bila berdasarkan kerja seperti itu di dalam serikat buruh. Upaya sektarian untuk membangun atau mempertahankan serikat buruh “revolusioner” yang kecil, sebagai edisi kedua partai, sesungguhnya menandakan penyangkalan terhadap perjuangan untuk kepemimpinan kelas buruh. Kita harus menetapkan garis keras ini: mengisolasi diri dari serikat buruh massa, yang merupakan pengkhianatan terhadap revolusi, tidaklah sesuai dengan keanggotaan Internasional Keempat.

Pada saat yang sama, Internasional Keempat dengan tegas menolak dan mengutuk fetisisme serikat buruh, yang juga merupakan karakter aktivis serikat buruh dan kaum sindikalis.

a) Karena tugas, komposisi, dan cara bagaimana mereka merekrut anggota, serikat buruh tidak memiliki dan tidak mampu menawarkan program revolusioner yang lengkap; inilah mengapa mereka tidak bisa menggantikan partai. Pembangunan partai revolusioner di berbagai negara sebagai bagian dari Internasional Keempat merupakan tugas utama di masa transisi ini.

b) Serikat buruh, bahkan yang paling kuat, hanya merangkul tidak lebih dari 20 hingga 25 persen kelas buruh, dan itu pun kebanyakan adalah lapisan buruh yang lebih terampil dan berpenghasilan lebih baik. Mayoritas kelas buruh yang lebih tertindas hanya akan terdorong ke medan perjuangan secara episodik, selama periode kebangkitan yang luar biasa dalam gerakan buruh. Pada periode tersebut, organisasi-organisasi ad hoc perlu dibentuk, yang akan merangkul seluruh massa yang berjuang: komite pemogokan, komite pabrik, dan akhirnya soviet.

c) Sebagai organisasi yang mengekspresikan lapisan atas kaum proletar, serikat buruh – sebagaimana yang disaksikan oleh semua pengalaman sejarah masa lalu, termasuk pengalaman serikat buruh anarko-sindikalis di Spanyol baru-baru ini[7] – mengembangkan kecenderungan kuat untuk berkompromi dengan rejim borjuis-demokrat. Di periode perjuangan kelas yang tajam, kepemimpinan serikat buruh ingin menjadi pemimpin gerakan massa untuk membuatnya menjadi tidak berbahaya. Ini telah kita saksikan saat pemogokan biasa, terutama saat mogok duduk yang mengguncang prinsip kepemilikan borjuis. Pada masa perang atau revolusi, ketika borjuasi terjerumus ke dalam kesulitan yang luar biasa, para pemimpin serikat buruh ini biasanya menjadi menteri-menteri borjuis.

Oleh karena itu, seksi-seksi Internasional Keempat harus selalu berupaya keras tidak hanya untuk memperbaharui kepemimpinan serikat buruh, dengan berani dan tegas pada momen-momen kritis mengganti para fungsionaris dan pemburu jabatan dengan pemimpin-pemimpin baru yang militan, tetapi juga membangun organisasi militan yang independen yang lebih cocok untuk memenuhi tugas-tugas perjuangan massa dalam melawan masyarakat borjuis; dan, bila perlu, tidak gentar menghadapi perpecahan langsung dengan aparatus konservatif serikat buruh. Bila berpaling dari organisasi massa demi membangun faksi-faksi sektarian adalah suatu tindakan yang kriminal, maka sama kriminalnya bila kita secara pasif membiarkan gerakan massa revolusioner tunduk di bawah kendali klik birokrasi yang reaksioner secara terbuka ataupun yang konservatif (“progresif”) secara terselubung. Serikat buruh bukanlah tujuan akhir dalam dirinya sendiri; serikat buruh hanyalah alat di sepanjang jalan menuju revolusi proletar.

Komite Pabrik

Selama masa transisional, gerakan buruh tidak memiliki karakter yang sistematis dan seimbang, sebaliknya ia memiliki karakter yang energetik dan meledak-ledak. Slogan dan bentuk organisasi harus tunduk pada indikator gerakan. Untuk menghindari metode-metode yang rutin, kepemimpinan gerakan harus merespons inisiatif massa dengan sensitif.

Mogok duduk, yang merupakan ekspresi terbaru dari inisiatif massa semacam ini, melampaui batas-batas prosedur kapitalis yang “normal”. Terlepas dari tuntutan para pemogok, pengambilalihan pabrik yang sementara ini menghantarkan pukulan telak terhadap patung berhala kapitalisme, yakni kepemilikan kapitalis. Setiap mogok duduk mendorong ke depan secara praktis pernyataan siapa bos pabrik: kaum kapitalis atau kaum buruh?

Jika mogok duduk mengedepankan pertanyaan ini secara episodik, maka komite pabrik memberinya ekspresi yang terorganisir. Dipilih oleh seluruh buruh pabrik, komite pabrik segera menciptakan penyeimbang terhadap kehendak manajemen.

Kaum reformis mengkritik kapitalis tipe “economic royalist”[8] seperti Ford, dan mendambakan kapitalis yang “baik hati” dan “demokratis”. Terhadap kritik reformis semacam itu, kita ajukan slogan komite pabrik sebagai sentra perjuangan untuk melawan kedua tipe kapitalis tersebut.

Pada umumnya, para birokrat serikat buruh akan menolak pembentukan komite pabrik, seperti halnya mereka menolak setiap langkah yang berani dalam memobilisasi massa.

Namun, seiring dengan semakin luasnya cakupan gerakan komite pabrik, akan semakin mudah untuk mematahkan resistensi para birokrat tersebut. Di pabrik di mana pada masa “damai” semua pekerjanya telah terorganisir ke dalam serikat buruh (sistem closed shop), komite pabrik akan secara formal eksis bersanding dengan organ serikat buruh, tetapi komite pabrik akan memperbaharui pengurusnya dan memperluas fungsinya. Namun, signifikansi utama komite pabrik datang dari kenyataan bahwa ia akan menjadi organ kepemimpinan bagi lapisan kelas buruh yang biasanya tidak mampu dijangkau oleh serikat buruh. Terlebih lagi, dari lapisan kelas buruh yang lebih tertindas inilah akan kita dapati batalion revolusi yang paling rela berkorban.

Begitu komite pabrik muncul, kekuasaan ganda secara nyata terbentuk di pabrik. Pada intinya, kekuasaan ganda bersifat sementara, karena ia mengandung dalam dirinya dua rejim yang tidak dapat didamaikan: rejim kapitalis dan rejim proletar. Signifikansi fundamental dari komite pabrik terkandung di dalam fakta bahwa mereka membuka pintu, bila bukan ke periode revolusioner, maka ke periode pra-revolusioner – antara rejim borjuis dan rejim proletar. Gelombang mogok-duduk yang telah menyebar ke sejumlah negara membuktikan bahwa tersebarnya ide komite pabrik bukanlah sesuatu yang artifisial atau prematur. Gelombang baru seperti ini akan menjadi tak terelakkan dalam waktu dekat. Kita harus memulai kampanye mendukung komite pabrik pada waktunya supaya kita tidak tertangkap basah oleh peristiwa.

“Rahasia Bisnis” dan Kontrol Buruh atas Industri

 Kapitalisme liberal, yang berdasarkan kompetisi dan perdagangan bebas, sudah sepenuhnya menjadi barang masa lalu. Penerusnya, yaitu kapitalisme monopoli, tidak mengurangi anarki pasar, tetapi sebaliknya memberinya karakter yang tak-terkendali. Perlunya “mengontrol” ekonomi, menempatkan “pengawasan” negara atas industri dan “perencanaan” ekonomi, sekarang sudah diakui – setidaknya dalam kata-kata – oleh hampir semua tendensi borjuis dan borjuis-kecil, dari kaum fasis sampai kaum Sosial Demokrat. Bagi kaum fasis, ini terutama untuk merampok rakyat secara “terencana” demi keperluan militer. Kaum Sosial Demokrat siap mengeringkan lautan anarki ekonomi dengan sendok “perencanaan” birokratik. Para insinyur dan para profesor menulis banyak artikel tentang “teknokrasi”. Dalam eksperimen “regulasi” mereka yang penuh dengan kepengecutan, pemerintahan-pemerintahan demokratik berhadapan langsung dengan sabotase dari kapitalis besar yang tidak dapat diatasinya.

Hubungan yang sesungguhnya antara para penghisap dengan para “pengontrol” demokratik ini paling baik dicirikan oleh fakta bahwa para tuan-nyonya “reformis” ini gemetar dengan penuh rasa hormat di hadapan konglomerasi (atau perusahaan trust) dan “rahasia” bisnis mereka. Di sini, prinsip “tidak campur tangan” dengan bisnis mendominasi. Pembukuan antara tiap-tiap kapitalis dengan masyarakat tetap menjadi rahasianya kaum kapitalis: mereka bukan urusan masyarakat. Motivasi yang diberikan untuk menyokong prinsip “rahasia” bisnis ini seolah-olah bersumber dari prinsip kompetisi bebas, seperti pada zaman kapitalisme liberal. Kenyataannya, perusahaan-perusahaan konglomerasi tidak menyimpan rahasia satu sama lain. Rahasia bisnis pada masa sekarang merupakan bagian dari persekongkolan kapitalisme monopoli untuk melawan kepentingan masyarakat. Upaya-upaya untuk membatasi autokrasi para “economic royalist” akan terus menjadi lelucon yang menyedihkan selama pemilik swasta alat-alat produksi mampu menyembunyikan metode-metode eksploitasi, perampokan, dan penipuan mereka dari para produsen dan konsumen. Penghapusan “rahasia bisnis” merupakan langkah pertama menuju kontrol atas industri yang sebenarnya.

Bukan hanya kaum kapitalis saja, buruh juga punya hak untuk mengetahui “rahasia” pabrik, konglomerasi, seluruh cabang industri, dan perekonomian nasional secara keseluruhan. Pertama dan terutama, bank-bank, industri berat dan transportasi yang tersentralisasi harus diletakkan di bawah pengawasan ketat.

Tugas-tugas yang harus segara dilaksanakan oleh kontrol buruh adalah menjelaskan hutang dan piutang masyarakat, dimulai dari tiap-tiap perusahaan; untuk menentukan porsi pendapatan nasional yang diapropriasi oleh tiap-tiap kapitalis dan oleh kaum penghisap secara keseluruhan; untuk mengekspos kolusi-kolusi dan penipuan-penipuan yang dilakukan oleh bank dan konglomerasi ; akhirnya, untuk mengungkapkan ke seluruh anggota masyarakat pemborosan tenaga kerja manusia yang absurd itu, yang merupakan akibat dari anarki kapitalis dan pengejaran profit yang tak tahu malu.

Tidak ada seorang pun pejabat negara borjuis yang berada dalam posisi untuk memenuhi tugas-tugas itu, tidak peduli sebesar apapun otoritas yang diberikan kepadanya. Seluruh dunia telah menjadi saksi ketidakberdayaan Presiden Roosevelt dan Perdana Menteri Blum dalam melawan “60 Keluarga Besar” Amerika Serikat atau “200 Keluarga Besar” Prancis[9] Untuk mematahkan perlawanan para penghisap ini, diperlukan tekanan massa proletar. Hanya komite pabrik yang benar-benar mampu mengontrol produksi, dengan memperkerjakan para spesialis – sebagai konsultan dan bukan sebagai “teknokrat” – yang secara tulus mengabdi pada rakyat: akuntan, ahli statistik, insinyur, ilmuwan, dsb.

Perjuangan melawan pengangguran tidak dapat dibayangkan tanpa secara luas dan berani mengorganisasi pekerjaan umum. Tetapi pekerjaan umum dapat memiliki signifikansi yang berkelanjutan dan progresif bagi masyarakat, dan juga bagi para penganggur, hanya jika pekerjaan umum tersebut menjadi bagian dari rencana umum yang dirumuskan untuk jangka waktu yang cukup lama. Dalam kerangka rencana ini, buruh akan menuntut untuk melanjutkan kembali operasi perusahaan swasta yang telah pailit karena dihantam krisis, dan melanjutkannya sebagai badan usaha milik publik. Dalam kasus seperti ini, kontrol buruh akan digantikan oleh manajemen langsung oleh buruh.

Perumusan rencana ekonomi, bahkan rencana ekonomi yang paling dasar sekalipun – dari sudut pandang kaum terhisap, bukan kaum penghisap – mustahil dilakukan tanpa kontrol buruh, dalam kata lain, tanpa pengawasan ketat oleh buruh atas semua mekanisme ekonomi kapitalis yang terbuka maupun terselubung. Komite-komite pabrik yang mewakili tiap-tiap perusahaan harus menggelar konferensi untuk memilih komite-komite konglomerasi, seluruh cabang-cabang industri, wilayah-wilayah ekonomi, dan akhirnya, industri nasional secara keseluruhan. Dengan demikian, kontrol buruh menjadi sekolah perencanaan ekonomi. Dari pengalaman kontrol ini, kaum proletar akan mempersiapkan diri untuk secara langsung mengelola industri yang dinasionalisasi bila waktunya tiba.

Untuk para kapitalis, terutama kapitalis kecil dan menengah, yang kadang-kadang secara sukarela menawarkan untuk membuka pembukuan mereka kepada buruh – biasanya untuk menunjukkan perlunya menurunkan upah – kaum buruh menjawab bahwa mereka tidak tertarik dengan pembukuan masing-masing perusahaan yang pailit atau setengah-pailit, tetapi hanya tertarik dengan pembukuan semua kapitalis secara keseluruhan. Kaum buruh tidak dapat dan tidak ingin menurunkan taraf hidup mereka demi kepentingan masing-masing kapitalis, yang jadi korban rejim mereka sendiri. Tugasnya adalah menata ulang seluruh sistem produksi dan distribusi di atas basis yang lebih rasional dan terhormat. Bila penghapusan rahasia bisnis merupakan syarat mutlak bagi kontrol buruh, maka kontrol buruh adalah langkah pertama menuju ekonomi yang dipandu secara sosialis.

Ekspropriasi Kelompok Kapitalis Tertentu

Selama periode transisi sekarang ini, program ekspropriasi sosialis – yaitu program untuk menggulingkan secara politik kaum borjuis dan melikuidasi dominasi ekonomi mereka – tidak boleh menghalangi kita untuk, bila situasi mengizinkan, menuntut ekspropriasi sejumlah cabang industri kunci yang vital bagi kepentingan nasional atau ekspropriasi kelompok kapitalis yang paling parasitik.

Dengan demikian, sebagai jawaban atas para tuan-nyonya demokrat yang hanya bisa berkeluh kesah secara menyedihkan mengenai kediktatoran “60 Keluarga Besar” Amerika Serikat dan “200 Keluarga Besar” Prancis, kami mengajukan tuntutan untuk mengekspropriasi 60 atau 200 penguasa kapitalis yang feodalistis itu.

Dengan cara yang persis sama, kami menuntut ekspropriasi korporasi-korporasi yang memonopoli industri perang, perkeretaapian, sumber daya alam yang paling penting, dll.

Perbedaan antara tuntutan-tuntutan ini dan slogan “nasionalisasi” yang reformis dan kabur itu adalah: (1) kita menolak memberi ganti rugi; (2) kita memperingatkan massa akan bahaya demagogi Front Rakyat yang, walaupun memberikan layanan bibir pada nasionalisasi, pada kenyataannya tetap menjadi agen kapital; (3) kita menyerukan kepada massa untuk hanya bersandar pada kekuatan revolusioner mereka sendiri; (4) kita menghubungkan masalah ekspropriasi dengan masalah perebutan kekuasaan oleh buruh dan tani.

Perlunya memajukan slogan ekspropriasi dalam bentuk parsial dalam agitasi sehari-hari kita, dan bukan hanya dalam propaganda kita yang lebih komprehensif, ditentukan oleh fakta bahwa cabang-cabang industri yang berbeda berada di tingkat perkembangan yang berbeda, menempati posisi yang berbeda dalam kehidupan masyarakat, dan melewati tahap-tahap yang berbeda dalam perjuangan kelas. Hanya kebangkitan revolusioner kaum proletar secara menyeluruh yang mampu menempatkan ekspropriasi total atas kaum borjuis dalam agenda. Tugas dari tuntutan transisional adalah mempersiapkan kaum proletar untuk menyelesaikan masalah ini.

Ekspropriasi Bank Swasta dan Nasionalisasi Sistem Kredit

Imperialisme berarti dominasi kapital finans. Berdampingan dengan konglomerasi dan sindikat, dan sering kali berdiri di atas mereka, bank memusatkan di tangannya komando atas ekonomi. Dalam strukturnya, bank mengekspresikan dalam bentuk yang terkonsentrasi seluruh struktur kapital modern: mereka memadukan kecenderungan monopoli dengan kecenderungan anarki. Mereka mengorganisasi keajaiban-keajaiban teknologi, perusahaan-perusahaan raksasa, konglomerasi-konglomerasi besar; dan mereka juga mengorganisasi harga tinggi, krisis dan pengangguran. Selama pos komando bank masih berada di tangan kapitalis, maka tidak mungkin kita bisa mengambil satu langkah serius dalam perjuangan melawan despotisme monopoli dan anarki kapitalisme – yang saling membantu dalam kerja destruktif mereka.

Untuk menciptakan sistem investasi dan kredit yang terkonsolidasi, seturut sebuah rencana yang rasional yang sesuai kepentingan seluruh rakyat, maka semua bank harus digabungkan ke dalam sebuah lembaga nasional. Hanya ekspropriasi bank-bank swasta dan pemusatan segenap sistem kredit ke tangan negara yang akan menyediakan pemerintah dengan sumber daya material yang nyata – dan bukan sekedar sumber daya di atas kertas dan birokratik – yang diperlukannya untuk perencanaan ekonomi.

Ekspropriasi bank sama sekali tidak menyiratkan ekspropriasi simpanan atau deposito bank. Sebaliknya, bank tunggal negara akan mampu menciptakan kondisi yang jauh lebih baik bagi para penabung atau deposan kecil daripada bank-bank swasta. Dengan cara yang sama, hanya bank negara yang mampu menyediakan kredit murah bagi para petani dan pedagang kecil. Namun, yang lebih penting lagi, seluruh perekonomian, terutama industri skala-besar dan transportasi, yang diarahkan oleh satu institusi finansial yang tunggal, akan melayani kepentingan vital buruh dan rakyat pekerja lainnya.

Namun, nasionalisasi perbankan hanya akan memberikan hasil yang baik ini bila kekuasaan negara dialihkan sepenuhnya dari tangan para penghisap ke tangan rakyat pekerja.

Garis Piket, Milisi Buruh, dan Mempersenjatai Kaum Proletar

Mogok duduk adalah peringatan serius dari massa yang ditujukan tidak hanya kepada borjuasi tetapi juga kepada organisasi-organisasi buruh, termasuk Internasional Keempat. Pada tahun 1919-20, kaum buruh Italia menyita pabrik-pabrik atas inisiatif mereka sendiri, dan dengan demikian memberikan sinyal kepada “pemimpin-pemimpin” mereka akan datangnya revolusi sosial. “Pemimpin-pemimpin” ini tidak menghiraukan sinyal tersebut. Sebagai akibatnya fasisme menang.

Mogok duduk belumlah berarti penyitaan pabrik seperti di Italia, tetapi ini adalah langkah yang menentukan menuju aksi penyitaan. Krisis sekarang ini dapat mempertajam perjuangan kelas hingga ke titik ekstrem dan membawa kita lebih dekat ke momen penentuan. Tetapi ini bukan berarti situasi revolusioner datang dalam satu pukulan. Sebenarnya, kedatangan situasi revolusioner ditandai oleh serangkaian gejolak demi gejolak. Salah satunya adalah gelombang mogok-duduk. Tugas seksi-seksi Internasional Keempat adalah membantu kaum pelopor proletar memahami karakter umum dan tempo dari periode yang sedang kita masuki sekarang, dan untuk mempersenjatai gerakan massa dengan kebijakan-kebijakan yang tegas.

Menajamnya perjuangan proletar berarti menajamnya metode yang digunakan oleh kapital untuk memukul balik. Gelombang mogok-duduk yang baru pasti akan ditanggapi oleh borjuasi dengan pukulan balik yang keras. Staf kelas penguasa tengah mempersiapkan pukulan balik ini. Celakalah organisasi revolusioner, celakalah kaum proletar bila mereka sekali lagi tertangkap basah tidak siap!

Borjuasi sama sekali tidak puas dengan polisi dan tentara resmi yang ada. Di Amerika Serikat, bahkan pada masa-masa “damai”, borjuasi mempertahankan pasukan buruh pembelot (scab) serta preman-preman bersenjata di pabrik-pabrik. Sekarang, kita harus tambahkan berbagai kelompok Nazi Amerika. Begitu mereka merasa terancam, borjuasi Perancis memobilisasi detasemen fasis yang semi-legal atau ilegal, termasuk tentara. Begitu tekanan dari buruh Inggris menjadi lebih kuat, seketika itu juga kelompok-kelompok fasis jumlahnya meningkat berlipat ganda dan dikerahkan untuk memukul buruh. Borjuasi mafhum betul bahwa di zaman sekarang perjuangan kelas cenderung berubah menjadi perang sipil. Contoh-contoh dari Italia, Jerman, Austria, Spanyol, dan negara-negara lainnya memberikan lebih banyak pelajaran kepada kaum kapitalis dan antek-anteknya daripada kepada para pemimpin resmi kaum proletar.

Para politisi Internasional Kedua dan Ketiga, dan juga para birokrat serikat buruh, sengaja menutup mata mereka terhadap pasukan preman bayaran kaum borjuis; jika tidak, mereka tidak akan dapat mempertahankan aliansi mereka dengan borjuasi barang satu hari pun. Kaum reformis secara sistematis menanamkan ke benak kaum buruh gagasan bahwa kesakralan demokrasi akan terjamin apabila borjuasi bersenjata lengkap dan buruh tidak bersenjata.

Tugas Internasional Keempat adalah mengakhiri kebijakan yang menghamba seperti itu. Kaum demokrat borjuis kecil – termasuk kaum Sosial Demokrat, Stalinis, dan Anarkis – semakin mereka menyerah pada fasisme semakin lantang mereka berteriak mengenai perjuangan melawan fasisme. Hanya detasemen-detasemen buruh bersenjata, yang didukung oleh puluhan juta rakyat pekerja, yang dapat mengalahkan gerombolan-gerombolan fasis ini. Perjuangan melawan fasisme tidak dimulai di kantor editorial kaum liberal, tetapi di pabrik-pabrik – dan berakhir di jalanan. Buruh pembelot dan preman bayaran di pabrik adalah embrio pasukan fasis. Piket mogok adalah embrio pasukan proletar. Inilah titik tolak kita. Di setiap pemogokan dan demonstrasi, kita harus menyebarluaskan gagasan mengenai pentingnya membentuk pasukan bela-diri buruh. Slogan ini harus dimasukkan ke dalam program sayap revolusioner serikat buruh. Bilamana memungkinkan, dimulai dengan kelompok pemuda, kita perlu mengorganisir unit-unit bela-diri, untuk melatih dan memperkenalkan mereka dengan penggunaan senjata.

Kebangkitan gerakan massa yang baru harus digunakan untuk meningkatkan jumlah unit-unit bela-diri ini, dan juga untuk menyatukan mereka dalam tingkat RT/RW, kota, dan daerah. Kebencian kaum buruh terhadap buruh pembelot, preman, dan kaum fasis harus diberikan ekspresi yang terorganisir. Untuk memastikan keutuhan dan keamanan organisasi, pertemuan, dan pers buruh, kita harus memajukan slogan Milisi Buruh.

Hanya dengan kerja agitasi dan organisasi yang sistematis, gigih, tak kenal lelah, dan berani, yang selalu berdasarkan pengalaman massa itu sendiri, maka kita dapat menghapus tabiat menghamba dan pasif dari kesadaran mereka; kita dapat melatih detasemen-detasemen pejuang heroik yang mampu menjadi teladan bagi semua buruh; kita dapat mengalahkan preman-preman konter-revolusioner; kita dapat meningkatkan kepercayaan diri kaum terhisap dan tertindas; kita dapat melemahkan Fasisme di mata kaum borjuis kecil dan membuka jalan bagi penaklukkan kekuasaan oleh proletariat.

Engels mendefinisikan negara sebagai “badan orang-orang bersenjata”. Mempersenjatai kaum proletar adalah elemen penting yang diperlukan dalam perjuangan pembebasan mereka. Bila kaum proletar menghendakinya, mereka akan menemukan jalan dan cara untuk mempersenjatai diri mereka. Internasional Keempat akan mengambil kepemimpinan dalam tugas ini.

Aliansi Buruh dan Tani

Buruh tani adalah saudara seperjuangan buruh kota. Mereka adalah dua bagian dari satu kesatuan kelas yang sama. Kepentingan mereka tidak dapat dipisahkan. Program tuntutan transisional buruh industri, dengan beberapa perubahan di sana sini, adalah juga program transisional kaum proletar tani.

Kaum tani mewakili kelas yang berbeda: mereka adalah borjuis kecil di desa. Kaum borjuis kecil terdiri dari berbagai lapisan, dari lapisan semi-proletar sampai ke lapisan penghisap. Sejalan dengan ini, tugas politik kaum proletar industri adalah untuk membawa perjuangan kelas ke desa. Hanya dengan demikian kaum proletar akan mampu menarik garis pemisah antara sekutunya dan musuhnya.

Keunikan dari perkembangan nasional di tiap-tiap negara menemukan ekspresinya yang paling unik dalam status petani dan, sampai tingkatan tertentu, status kaum borjuis kecil kota (para pengrajin dan pemilik toko kecil). Kelas-kelas ini, walaupun jumlahnya sangat banyak, pada dasarnya adalah perwakilan dari sisa-sisa bentuk produksi pra-kapitalis. Seksi-seksi Internasional Keempat harus memformulasikan sebuah program tuntutan transisional untuk kaum tani dan kaum borjuis kecil kota, yang sifatnya konkret dan sesuai dengan kondisi di tiap-tiap negara. Lapisan buruh maju harus belajar untuk memberikan jawaban yang jelas dan konkret terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh kaum tani dan borjuis kecil yang kelak akan menjadi sekutunya.

Selama petani tetap menjadi produsen kecil yang “mandiri”, dia membutuhkan kredit murah, mesin pertanian dan pupuk dengan harga terjangkau, kondisi transportasi yang baik, dan kondisi pasar yang baik untuk produk pertaniannya. Tetapi bank, konglomerasi, dan perusahaan dagang merampok petani dari segala sisi. Hanya kaum tani sendiri dengan bantuan kaum buruh dapat menghentikan perampokan ini. Komite-komite yang dipilih oleh petani kecil harus dibentuk secara nasional dan bersama-sama dengan komite-komite buruh dan komite-komite pegawai bank mengambil kendali atas transportasi, kredit, dan operasi niaga yang berkaitan dengan pertanian.

Dengan memutarbalik fakta mengenai tuntutan-tuntutan buruh yang katanya “berlebihan”, borjuasi besar dengan cerdik mengubah isu harga barang menjadi isu yang memecah belah buruh dan tani, buruh dan borjuis kecil kota. Para petani, pengrajin, dan pedagang kecil – tidak seperti buruh industri, pekerja kantor dan pegawai negeri – tidak dapat menuntut kenaikan upah ketika harga-harga barang naik. Upaya pemerintah untuk menanggulangi harga yang tinggi hanyalah muslihat untuk menipu rakyat. Tetapi kaum tani, pengrajin, dan pedagang kecil, dalam kapasitas mereka sebagai konsumen, dapat mengintervensi politik penetapan-harga-barang bahu-membahu dengan kaum buruh. Menanggapi keluhan kaum kapitalis mengenai biaya produksi, transportasi dan perdagangan, para konsumen menjawab: “Tunjukkan pembukuan Anda; kami menuntut kontrol atas penetapan harga barang.” Organ untuk mengendalikan harga barang ini haruslah komite pemantau harga, yang terdiri dari utusan-utusan dari pabrik, serikat buruh, koperasi, organisasi tani, “wong cilik” di kota, para ibu rumah tangga, dsb. Dengan cara ini, kaum buruh dapat membuktikan kepada kaum tani bahwa alasan sesungguhnya mengapa harga-harga barang membumbung tinggi bukanlah upah yang tinggi, tetapi profit besar kaum kapitalis dan anarki kapitalisme.

Program nasionalisasi tanah dan kolektivisasi pertanian harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga sama sekali tidak menyita lahan petani kecil dan tidak mewajibkan kolektivisasi. Para petani akan tetap menjadi pemilik tanahnya selama mereka sendiri masih percaya bahwa hal tersebut mungkin atau diperlukan. Untuk merehabilitasi program sosialisme di mata kaum tani, kita harus mengekspos tanpa ampun metode kolektivisasi Stalinis, yang bukan didikte oleh kepentingan kaum tani atau kaum buruh, tetapi oleh kepentingan birokrasi.

Mengekspropriasi kaum penghisap juga bukan berarti menyita properti para pengrajin kecil dan pemilik toko kecil. Sebaliknya, kontrol buruh atas perbankan dan konglomerasi – dan terlebih lagi nasionalisasi perusahaan-perusahaan ini – akan menciptakan situasi yang jauh lebih menguntungkan bagi kaum borjuis kecil di perkotaan untuk memperoleh kredit dan menjual produk mereka dibandingkan di bawah dominasi monopoli. Ketergantungan pada modal swasta akan digantikan oleh ketergantungan pada negara; semakin kuat rakyat pekerja menggenggam kekuasaan negara di tangannya, maka semakin negara itu memperhatikan kebutuhan kaum borjuis kecil.

Partisipasi praktis dari kaum tani yang tereksploitasi dalam mengendalikan berbagai bidang ekonomi akan memberi mereka kesempatan untuk memutuskan sendiri apakah akan menguntungkan bagi mereka untuk beralih ke sistem pertanian kolektif – kapan dan dalam skala apa. Kaum buruh industri harus selalu siap bekerja sama dengan kaum tani dalam perjalanan mereka menuju kolektivisasi: melalui serikat buruh, komite pabrik, dan, di atas segalanya, melalui pemerintahan buruh dan tani.

Aliansi yang diusulkan oleh kaum proletar – bukan kepada “kelas menengah” secara umum tetapi kepada lapisan-lapisan borjuis kecil pedesaan dan perkotaan yang tereksploitasi, dalam melawan semua kaum penghisap termasuk kaum penghisap yang berasal dari “kelas menengah” – tidak dapat didasarkan pada paksaan, tetapi hanya atas dasar persetujuan yang sukarela, yang harus dikonsolidasikan dalam sebuah “kontrak” yang khusus. “Kontrak” ini adalah program tuntutan transisional yang diterima secara sukarela oleh kedua belah pihak.

Perjuangan Melawan Imperialisme dan Perang

Situasi dunia secara keseluruhan, dan sebagai akibatnya juga kehidupan politik internal tiap-tiap negara, sekarang dibayang-bayangi oleh ancaman perang dunia. Bencana yang sudah dekat ini menimbulkan gelombang kecemasan bagi massa luas.

Dengan lebih penuh percaya diri Internasional Kedua mengulangi garis politik tahun 1914 mereka karena sekarang Komintern-lah yang memainkan lagu sauvinisme. Begitu bahaya perang menjadi konkret, kaum Stalinis dengan terang-terangan menjadi pendukung apa-yang-disebut “pertahanan nasional”, jauh melebihi kaum pasifis borjuis dan borjuis-kecil. Dengan demikian perjuangan revolusioner melawan perang sepenuhnya ada di pundak Internasional Keempat.

Kebijakan Bolshevik-Leninis sehubungan dengan masalah perang, yang diformulasikan di dalam tesis Sekretariat Internasional (War and the Fourth International, 1934) masih mempertahankan semua kekuatannya hingga hari ini.

Di periode berikutnya, kesuksesan sebuah partai revolusioner akan bergantung pada kebijakannya mengenai masalah perang. Sebuah kebijakan yang tepat mengandung dua elemen: sikap tanpa kompromi terhadap imperialisme dan perang mereka, dan kemampuan untuk mendasarkan program partai pada pengalaman massa.

Borjuasi dan agen-agennya menggunakan masalah perang, lebih dari yang lainnya, untuk menipu rakyat dengan abstraksi-abstraksi, formula-formula umum, dan retorika-retorika yang menyedihkan: “netralitas”, “keamanan bersama”, “mempersenjatai diri untuk menjaga perdamaian”, “perjuangan melawan fasisme”, dan seterusnya. Semua formula tersebut pada akhirnya bermuara ke fakta bahwa masalah perang, atau dalam kata lain nasib rakyat, ada di tangan kaum imperialis, pemerintah-pemerintah mereka, diplomasi mereka, jendral-jendral mereka, dengan semua intrik dan persekongkolan mereka.

Internasional Keempat dengan tegas menolak semua abstraksi yang memainkan peran yang sama di kubu demokrat seperti halnya di kubu fasis: “kehormatan”, “darah”, “ras”. Tetapi menolak saja tidak cukup. Kita harus membantu massa untuk memahami esensi konkret dari abstraksi-abstraksi palsu ini, dengan menggunakan kriteria, slogan, dan tuntutan yang dapat mengungkapkan kepalsuan itu.

“Pelucutan Senjata?” – Tetapi masalahnya adalah siapa yang akan melucuti siapa. Satu-satunya pelucutan senjata yang dapat mencegah atau menghentikan perang ini adalah pelucutan senjata kaum borjuis oleh kaum buruh. Tetapi untuk melucuti senjata kaum borjuis, kaum buruh harus mempersenjatai diri mereka sendiri.

“Netralitas?” – Tetapi kaum proletar tidaklah netral sama sekali dalam perang antara Jepang dan China, atau perang antara Jerman dan Uni Soviet. Apakah ini berarti membela China dan Uni Soviet? Tentu saja! Tetapi bukan oleh kaum imperialis yang akan mencekik China dan Uni Soviet.

“Membela tanah air?” – Tetapi dengan abstraksi ini, maksud kaum borjuis adalah membela profit dan rampasan mereka. Kita siap membela tanah air kita dari kaum kapitalis asing, bila kita pertama-tama mengikat tangan dan kaki kaum kapitalis kita sendiri dan mencegah mereka dari menyerang tanah air orang lain; bila kaum buruh dan tani kita menjadi penguasa bangsanya sendiri; bila kekayaan bangsa kita dialihkan dari tangan segelintir orang ke tangan rakyat; bila tentara menjadi senjata bagi kaum tertindas dan bukannya senjata bagi kaum penindas.

Kita perlu menerjemahkan ide-ide fundamental ini dengan memecahnya menjadi tuntutan-tuntutan yang lebih konkret dan partikular, tergantung pada alur peristiwa dan orientasi kesadaran massa. Selain itu, perlu dibedakan secara tegas antara pasifismenya para diplomat, profesor, jurnalis, dengan pasifismenya tukang kayu, buruh tani, dan pelayan. Pasifisme yang pertama adalah tabir bagi imperialisme; sedangkan pasifisme yang kedua adalah ekspresi ketidakpercayaan terhadap imperialisme dari massa yang masih bingung. Ketika kaum tani kecil atau kaum buruh berbicara mengenai membela tanah air, yang mereka maksud adalah mempertahankan rumahnya, keluarganya, dan keluarga-keluarga lainnya dari invasi militer, bom, dan gas beracun. Bagi kaum kapitalis dan jurnalisnya, membela tanah air berarti menaklukkan koloni dan pasar, meningkatkan porsi “nasional” dari pendapatan dunia secara predatoris. Pasifisme dan patriotisme kaum borjuis penuh dengan tipu daya. Dalam pasifisme dan bahkan patriotisme kaum tertindas, ada elemen-elemen yang merefleksikan di satu sisi kebencian terhadap perang yang destruktif dan di sisi lain keinginan untuk mempertahankan apa yang mereka percaya baik bagi diri mereka – kita harus tahu bagaimana caranya memanfaatkan elemen-elemen tersebut supaya massa tertindas bisa menarik kesimpulan yang diperlukan.

Menggunakan pertimbangan-pertimbangan ini sebagai titik tolak, Internasional Keempat mendukung setiap tuntutan, bahkan bila tuntutan tersebut tidak memadai, selama tuntutan tersebut dapat mendorong massa ke dalam aktivitas politik, membangunkan sikap kritis mereka dan memperkuat kontrol mereka atas intrik-intrik kotor kaum borjuis.

Dari sudut pandang ini, seksi Amerika kita, misalnya, mendukung sepenuhnya proposal untuk menggelar referendum mengenai deklarasi perang. Kita paham bahwa reforma demokratik dengan sendirinya tidak akan mampu mencegah kelas penguasa memprovokasi perang bila mereka menginginkannya. Kita harus memberikan peringatan yang jujur mengenai hal ini. Tetapi, walaupun massa mempunyai ilusi terhadap referendum ini, dukungan mereka terhadapnya mencerminkan ketidakpercayaan kaum buruh dan tani terhadap pemerintahan dan parlemen borjuis. Tanpa mendukung ilusi ini, kita harus mendukung dengan sekuat tenaga ketidakpercayaan progresif dari kaum terhisap terhadap kaum penghisap. Semakin luas gerakan referendum ini menyebar, semakin cepat kaum pasifis borjuis akan menjauhi referendum ini; semakin terekspos pengkhianatan Komintern; semakin tajam ketidakpercayaan rakyat terhadap kaum imperialis.

Dari sudut pandang ini, kita harus menuntut hak pilih bagi semua laki-laki dan perempuan yang genap berumur 18 tahun atau lebih. Mereka yang akan direkrut untuk mengorbankan nyawa mereka demi tanah air harus memiliki hak pilih sekarang juga. Perjuangan melawan perang harus pertama-tama dimulai dengan mobilisasi revolusioner kaum muda.

Masalah perang ini harus disoroti dari semua sudut, dengan mempertimbangkan aspek mana yang akan dihadapi oleh massa pada momen tertentu.

Perang adalah usaha bisnis yang sangat besar, terutama bagi industri perang. Inilah mengapa “60 Keluarga Besar” AS adalah patriot yang paling fanatik dan provokator utama perang. Kontrol buruh atas industri perang adalah langkah pertama dalam perjuangan melawan “produsen” perang ini.

Terhadap slogan kaum reformis: pajak atas profit perang, kita kedepankan slogan: penyitaan profit perang dan ekspropriasi perusahaan industri perang. Di mana industri militer sudah “dinasionalisasi”, seperti di Prancis, slogan kontrol buruh masih menyimpan kekuatan penuhnya. Kaum proletar tidak mempercayai pemerintah borjuis seperti halnya mereka tidak mempercayai kaum kapitalis.

Tidak seorang pun dan tidak satu sen pun untuk pemerintah borjuis ini!

Tolak program pengadaan senjata, dukung program proyek pekerjaan umum yang berguna!

Kebebasan penuh bagi organisasi-organisasi buruh dari kendali polisi-militer!

Sekarang juga, kita harus merenggut kembali nasib rakyat dari tangan komplotan imperialis yang tamak dan kejam ini, yang berintrik di belakang punggung rakyat. Sehubungan ini, kami menuntut:

1) Penghapusan total diplomasi rahasia;

2) Semua perjanjian dan kesepakatan harus dapat diakses oleh semua buruh dan tani;

3) Buruh dan tani harus diberi pelatihan militer dan dipersenjatai di bawah kontrol langsung komite buruh dan tani;

4) Pembentukan sekolah-sekolah militer untuk melatih komandan dari rakyat pekerja, yang dipilih oleh organisasi buruh;

5) Ganti tentara tetap dengan milisi rakyat, yang terhubungkan dengan pabrik, tambang, pertanian, dll.

Perang imperialis adalah kelanjutan dan penajaman dari politik predatoris kaum borjuis. Perjuangan kaum proletar dalam melawan perang imperialis adalah kelanjutan dan penajaman perjuangan kelasnya. Permulaan perang mengubah situasi dan secara parsial mengubah metode perjuangan kelas, tetapi tidak mengubah tujuan dan arah fundamental perjuangan kelas. Borjuasi imperialis mendominasi dunia. Dalam karakter fundamentalnya, maka perang yang akan datang adalah perang imperialis. Oleh karena itu, isi fundamental dari politik proletariat internasional adalah perjuangan melawan imperialisme dan perang imperialis. Dalam perjuangan ini, prinsip dasarnya adalah: “musuh utama ada di negeri kita sendiri” atau “kekalahan pemerintah (imperialis) kita sendiri adalah terbaik dari yang terburuk (lesser evil)”.

Tetapi tidak semua negara di dunia adalah negara imperialis. Sebaliknya, mayoritas adalah korban imperialisme. Beberapa negara kolonial dan semi-kolonial jelas akan berusaha memanfaatkan perang ini untuk membebaskan diri mereka dari kuk perbudakan. Perang mereka bukanlah perang imperialis, tetapi perang kemerdekaan. Adalah tugas proletariat internasional untuk membantu negara-negara tertindas dalam perang mereka melawan penindas mereka. Tugas yang sama berlaku dalam hal membantu Uni Soviet, atau negara buruh mana pun yang mungkin lahir sebelum atau selama perang. Kekalahan setiap pemerintahan imperialis dalam perjuangan melawan negara buruh atau negara kolonial adalah terbaik dari yang terburuk.

Namun, kaum buruh negara imperialis tidak akan dapat menolong negara anti-imperialis lewat pemerintahan mereka sendiri, tidak peduli apapun hubungan diplomatik dan militer di antara kedua negara tersebut.  

Bila kedua pemerintahan ini membentuk aliansi sementara, yang pada dasarnya adalah aliansi yang tidak dapat diandalkan, maka kaum proletar negara imperialis tetap akan menjadi oposisi kelas terhadap pemerintahannya sendiri dan mendukung “sekutu” non-imperialis ini dengan metodenya sendiri, yakni melalui metode perjuangan kelas internasional (agitasi tidak hanya melawan sekutu mereka yang culas, tetapi juga agitasi untuk pendirian negara buruh di negara kolonial; boikot dan pemogokan dalam situasi tertentu; menolak boikot dan pemogokan dalam situasi lain, dst.)

Dalam mendukung negara kolonial atau Uni Soviet dalam sebuah perang, kaum proletar sama sekali tidak bersolidaritas dengan pemerintahan borjuis negara kolonial atau birokrasi Thermidorian[10] Uni Soviet. Sebaliknya, kaum proletar mempertahankan kemandirian politik mereka secara penuh. Dengan memberikan bantuan dalam perang yang adil dan progresif, proletariat revolusioner meraih simpati dari buruh negara kolonial dan Uni Soviet, memperkuat otoritas dan pengaruh Internasional Keempat di sana, dan meningkatkan kemampuannya untuk membantu menumbangkan pemerintahan borjuis negara kolonial dan birokrasi reaksioner di Uni Soviet.

Pada awal perang, seksi-seksi Internasional Keempat pasti akan menemukan diri mereka terisolasi: setiap perang mengejutkan massa dan mendorong mereka ke sisi aparatus pemerintah. Kaum internasionalis harus berenang melawan arus. Namun, kehancuran dan kesengsaraan yang disebabkan oleh perang baru ini, yang pada bulan-bulan pertamanya akan jauh lebih mengerikan daripada perang 1914-18 yang berdarah-darah itu, akan menyadarkan massa dengan cepat. Ketidakpuasan massa dan pemberontakan mereka akan tumbuh pesat. Seksi-seksi Internasional Keempat akan menemukan diri mereka memimpin gelombang revolusi. Program tuntutan transisional akan menjadi sangat relevan. Problem penaklukan kekuasaan oleh kaum proletar akan menjadi nyata.

Sebelum mencekik atau menenggelamkan umat manusia ke dalam lautan darah, kapitalisme mengotori atmosfer dunia dengan kabut beracun kebencian nasional dan rasisme. Anti-Semitisme sekarang adalah salah satu kejang-kejang yang paling ganas dari kapitalisme yang tengah sekarat ini.

Mengekspos tanpa ampun akar rasisme dan semua bentuk kecongkakan nasional dan sauvinisme, terutama anti-Semitisme, harus menjadi bagian dari tugas sehari-hari semua seksi Internasional Keempat, sebagai bagian terpenting dari perjuangan melawan imperialisme dan perang. Slogan dasar kita masihlah: Buruh Sedunia, Bersatulah!

Pemerintahan Buruh dan Tani

Formula “pemerintahan buruh dan tani” pertama kali muncul dalam agitasi Partai Bolshevik pada tahun 1917 dan diterima secara definit setelah Revolusi Oktober. Pada dasarnya, formula ini tidak lain adalah sebutan populer untuk kediktatoran proletariat yang telah terbentuk. Sebutan ini memperoleh signifikansi karena menggarisbawahi gagasan aliansi antara proletariat dan tani yang merupakan basis kekuasaan Soviet.

Ketika kaum epigon Komintern mencoba menghidupkan kembali formula “kediktatoran demokratik proletariat dan tani” yang sudah terkubur oleh sejarah, mereka memberikan formula “pemerintahan buruh dan tani” ini sebuah karakter yang sepenuhnya berbeda, yang murni “demokratik”, yakni konten yang borjuis; dan ini dipertentangkan dengan kediktatoran proletariat. Kaum Bolshevik-Leninis dengan tegas menolak slogan “pemerintahan buruh dan tani” versi borjuis-demokratik. Kaum Bolshevik-Leninis selalu menekankan, bila partai proletariat menolak untuk melampaui batas-batas demokrasi borjuis, maka aliansinya dengan kaum tani akan berubah menjadi dukungan terhadap kapital, seperti yang dilakukan oleh kaum Menshevik dan Sosial-Revolusioner pada 1917, oleh Partai Komunis China pada 1925-27, dan oleh “Front Rakyat” di Spanyol, Prancis, dan negara-negara lainnya.

Dari April hingga September 1917, kaum Bolshevik menuntut agar kaum Menshevik dan SR pecah dari kaum borjuis liberal dan mengambil kekuasaan ke tangan mereka sendiri. Di bawah ketentuan ini, Partai Bolshevik menjanjikan kepada kaum Menshevik dan SR, sebagai perwakilan borjuis-kecil dari kaum buruh dan tani, sokongan revolusionernya dalam melawan kaum borjuis. Namun, Partai Bolshevik sepenuhnya menolak bergabung ke dalam pemerintahan Menshevik dan SR atau menolak memikul tanggung jawab politik atas pemerintahan mereka. Bila kaum Menshevik dan SR pecah dari Partai Kadet (kaum liberal) dan dari imperialisme asing, maka “pemerintahan buruh dan tani” yang mereka bentuk akan segera mempercepat dan memfasilitasi pembentukan kediktatoran proletariat. Dan inilah sebenarnya mengapa kepemimpinan demokrasi borjuis-kecil menolak dengan sekuat tenaga untuk membentuk pemerintahannya sendiri. Pengalaman Rusia menunjukkan, dan pengalaman di Spanyol dan Prancis sekali lagi mengkonfirmasi, bahwa bahkan dalam kondisi yang sangat menguntungkan partai-partai demokrasi borjuis-kecil (SR, Sosial Demokrat, Stalinis, Anarkis) tidak mampu membentuk pemerintahan buruh dan tani, yaitu pemerintahan yang mandiri dari kaum borjuis.

Walaupun begitu, tuntutan kaum Bolshevik yang ditujukan kepada kaum Menshevik dan SR, “Pecah dengan kaum borjuis, ambil kekuasaan ke tangan kalian sendiri!”, memiliki nilai pendidikan yang luar biasa bagi rakyat. Keengganan kaum Menshevik dan SR untuk mengambil kekuasaan, yang begitu terekspos secara dramatis selama Hari-hari Juli[11], menghancurkan seluruh reputasi mereka di mata rakyat dan mempersiapkan kemenangan Bolshevik.

 Tugas utama Internasional Keempat adalah membebaskan kaum proletar dari kepemimpinan mereka yang lama, yang konservatismenya sepenuhnya bertentangan dengan ledakan-ledakan katastropik dari kapitalisme yang tengah sekarat dan merupakan rintangan utama bagi progres sejarah. Kritik utama yang dilontarkan oleh Internasional Keempat terhadap organisasi-organisasi tradisional kaum proletar adalah kenyataan bahwa mereka tidak ingin pecah dari borjuasi yang sudah hampir masuk liang kubur itu. Dalam situasi seperti ini, tuntutan yang secara sistematis ditujukan kepada kepemimpinan lama ini, “Pecah dengan borjuasi, rebut kekuasaan!”, adalah senjata yang teramat penting untuk mengekspos karakter pengkhianatan partai-partai dan organisasi-organisasi Internasional Kedua, Ketiga dan Internasional Amsterdam.[12] Maka dari itu, slogan “pemerintahan buruh dan tani” dapat kami terima hanya dalam makna yang dimilikinya pada 1917 dengan Partai Bolshevik, yaitu sebagai slogan anti-borjuis dan anti-kapitalis, dan bukan dalam makna “demokratik” yang kemudian diberikan oleh para epigon, yang mengubah slogan tersebut dari jembatan menuju revolusi Sosialis menjadi penghalang utamanya.

Kepada semua partai dan organisasi yang mendasarkan diri mereka pada kaum buruh dan tani dan mewakili mereka, kita menuntut agar mereka pecah secara politik dari borjuasi dan memasuki jalan perjuangan untuk mendirikan pemerintahan buruh dan tani. Dalam jalan perjuangan ini, kita menjanjikan mereka dukungan penuh untuk melawan reaksi kapitalis. Pada saat yang sama, tanpa mengenal lelah kita akan mengembangkan agitasi seputar tuntutan-tuntutan transisional, yang menurut kami harus menjadi program “pemerintahan buruh dan tani”.

Apakah pembentukan pemerintahan seperti itu oleh organisasi-organisasi buruh tradisional adalah satu hal yang mungkin? Seperti yang sudah kita paparkan sebelumnya, pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa ini kemungkinannya kecil sekali. Namun, kita tidak bisa secara kategorikal menyangkal kemungkinan teoretis bahwa, di bawah pengaruh situasi yang sangat luar biasa (perang, kekalahan perang, krisis ekonomi, tekanan massa revolusioner, dsb.), partai-partai borjuis kecil, termasuk partai-partai Stalinis, bisa melangkah lebih jauh daripada yang mereka inginkan untuk pecah dengan borjuasi. Bagaimanapun, satu hal yang tidak boleh diragukan: bahkan bila skenario yang sangat kecil kemungkinannya ini menjadi realitas dan “pemerintahan buruh dan tani” terbentuk, pemerintahan tersebut hanya akan menjadi sebuah episode pendek dalam perjalanan menuju kediktatoran proletariat yang sesungguhnya.

Akan tetapi, kita tidak perlu menebak-nebak. Agitasi seputar slogan pemerintahan buruh dan tani dalam segala situasi memiliki nilai pendidikan yang luar biasa. Dan ini bukan kebetulan. Slogan umum ini sejalan dengan perkembangan politik di zaman kita (kebangkrutan dan pembusukan partai-partai borjuis lama, kejatuhan demokrasi, pertumbuhan fasisme, dorongan yang semakin cepat dari kaum buruh menuju politik yang lebih aktif dan agresif). Oleh karena itu, setiap tuntutan transisional harus menuju ke satu kesimpulan yang sama: kaum buruh harus pecah dari partai-partai borjuis lama guna membangun kekuatan mereka sendiri, bersama-sama dengan petani.

Tidaklah mungkin meramalkan apa yang akan menjadi tahap-tahap konkret dari mobilisasi revolusioner massa. Seksi-seksi Internasional Keempat harus secara kritis mengorientasikan diri mereka di setiap tahapan yang baru dan mengedepankan slogan-slogan yang akan membantu perjuangan buruh untuk membangun kemandirian politik, memperkuat hubungan lapisan pelopor dengan massa, dan mempersiapkan perebutan kekuasaan secara revolusioner.

Soviet

Komite pabrik, seperti yang sudah kami paparkan sebelumnya, adalah elemen kekuasaan ganda di dalam pabrik. Oleh karena itu, keberadaan mereka hanya mungkin di bawah kondisi tekanan massa yang meningkat. Demikian juga dengan organisasi-organisasi massa yang terbentuk khusus untuk berjuang melawan perang, komite-komite pemantau harga, dan semua pusat atau organ pergerakan yang baru, yang kemunculannya menjadi saksi bahwa perjuangan kelas telah melampaui batas-batas organisasi tradisional kaum proletar.

Namun organ-organ dan pusat-pusat yang baru ini akan segera mulai merasakan dirinya kurang kohesif dan kurang memadai. Tidak ada satupun tuntutan transisional yang dapat sepenuhnya tercapai di bawah kondisi yang melestarikan rezim borjuis. Pada saat yang sama, krisis sosial yang semakin mendalam akan meningkatkan tidak hanya kesengsaraan rakyat tetapi juga ketidaksabaran, kegigihan, dan tekanan mereka. Semakin banyak lapisan-lapisan baru kaum tertindas yang akan bangkit dan maju dengan tuntutan-tuntutan mereka. Jutaan “wong cilik” yang letih, yang tidak pernah digubris oleh para pemimpin reformis, akan mulai menggedor pintu organisasi-organisasi buruh dengan tanpa henti. Kaum pengangguran akan bergabung dengan gerakan ini. Kaum buruh tani, kaum tani yang sudah hancur atau setengah-hancur, kaum tertindas di kota-kota, kaum buruh perempuan, ibu-ibu rumah tangga, lapisan kaum intelektual-proletar – semua lapisan ini akan mencari persatuan dan kepemimpinan.

Bagaimana caranya menyelaraskan tuntutan-tuntutan dan bentuk-bentuk perjuangan yang berbeda-beda ini, bahkan jika hanya dalam batasan satu kota? Sejarah telah menjawab pertanyaan ini: melalui soviet. Soviet-soviet ini akan menyatukan perwakilan dari semua organisasi perjuangan. Untuk tujuan ini, tidak ada seorang pun yang telah mengajukan bentuk organisasi yang berbeda; ya, karena sangatlah sulit untuk membayangkan bentuk organisasi yang lebih baik. Soviet tidaklah dibatasi oleh program partai yang apriori. Mereka membuka pintu mereka lebar-lebar bagi semua lapisan yang tereksploitasi. Melalui pintu ini para perwakilan dari semua strata masyarakat akan masuk karena terdorong oleh arus perjuangan. Organisasi soviet ini, yang menjadi luas seiring meluasnya gerakan, akan diperbaharui lagi dan lagi di dalam rahimnya. Semua tendensi politik proletariat dapat berjuang untuk meraih kepemimpinan soviet berdasarkan demokrasi yang terluas. Slogan soviet, oleh karena itu, memahkotai program tuntutan transisional.

Soviet hanya dapat muncul ketika gerakan massa memasuki tahapan revolusioner secara terbuka. Semenjak kemunculan mereka, soviet, yang berperan sebagai poros di mana jutaan rakyat pekerja bersatu dalam perjuangan mereka melawan kaum penghisap, menjadi pesaing dan musuh dari pemerintah setempat dan kemudian pemerintah pusat. Bila komite pabrik menciptakan kekuasaan ganda di pabrik, maka soviet memulai periode kekuasaan ganda di seluruh negeri.

Kekuasaan ganda pada gilirannya adalah titik kulminasi dari periode transisional. Dua rezim, borjuis dan proletar, saling bertentangan satu sama lain dalam kondisi yang tak terdamaikan. Konflik di antara mereka tidak terelakkan. Nasib masyarakat tergantung pada hasil pertentangan tersebut. Bila revolusi dikalahkan, maka kediktatoran fasis kaum borjuis akan menyusul. Bila revolusi menang, maka kekuasaan soviet, yaitu kediktatoran proletariat dan rekonstruksi masyarakat secara sosialis, akan lahir.

Negara Terbelakang dan Program Tuntutan Transisional

Negara-negara kolonial dan semi-kolonial pada dasarnya adalah negara terbelakang. Tetapi negara-negara terbelakang adalah bagian dari dunia yang didominasi oleh imperialisme. Oleh karena itu, perkembangan mereka memiliki karakter gabungan: bentuk ekonomi yang paling primitif digabungkan dengan teknik dan kebudayaan kapitalis yang paling mutakhir. Demikian juga dengan perjuangan politik kaum proletar negara-negara terbelakang: perjuangan untuk pencapaian yang paling dasar dalam kemerdekaan nasional dan demokrasi borjuis digabungkan dengan perjuangan sosialis melawan imperialisme dunia. Slogan-slogan demokratis, tuntutan-tuntutan transisional, dan problem-problem revolusi sosialis tidaklah terbagi-bagi ke dalam periode-periode sejarah yang terpisah di dalam perjuangan ini, tetapi lahir dari satu sama lain. Proletariat China baru saja mulai mengorganisir serikat buruh dan mereka langsung dihadapkan dengan tugas mengorganisir soviet. Dalam kondisi seperti itu, program ini benar-benar dapat diterapkan di negara kolonial dan semi-kolonial, setidaknya di negara di mana kaum proletarnya sudah mampu menjalankan politik yang independen.

Tugas utama negara-negara kolonial dan semi-kolonial adalah revolusi agraria, yakni melikuidasi sisa-sisa feodal, dan kemerdekaan nasional, yakni penggulingan imperialisme. Kedua tugas tersebut terikat erat satu sama lain.

Kita tidak mungkin menolak program demokratik; tetapi dalam perjuangannya massa harus melampaui program tersebut. Slogan Majelis (atau Konstituen) Nasional masih memiliki kekuatan penuh di negara-negara seperti China dan India. Slogan ini harus dihubungkan dengan erat dengan masalah pembebasan nasional dan reformasi agraria. Sebagai langkah utama, kaum buruh harus dipersenjatai dengan program demokratik ini. Hanya mereka yang mampu membangkitkan dan menyatukan kaum tani. Berdasarkan program demokratik yang revolusioner, kaum buruh harus melawan kaum borjuis “nasional”. Kemudian, pada tahapan tertentu dalam mobilisasi massa di bawah slogan-slogan demokrasi revolusioner, soviet dapat dan harus lahir. Peran historis soviet di setiap periode tertentu, terutama dalam relasi mereka dengan Majelis Nasional, akan ditentukan oleh level politik kaum proletar, ikatan mereka dengan kaum tani, dan karakter kebijakan partai proletar. Cepat atau lambat, soviet harus menggulingkan demokrasi borjuis. Hanya soviet yang mampu membawa revolusi demokratik ke kesimpulannya dan dengan demikian membuka era revolusi sosialis.

Bobot relatif dari tiap-tiap tuntutan demokratik dan transisional dalam perjuangan kaum proletar, hubungan timbal-balik mereka dan urutan presentasi mereka, ditentukan oleh keunikan dan kondisi-kondisi spesifik dari tiap-tiap negara terbelakang, dan sampai batas tertentu juga oleh tingkat keterbelakangan mereka. Walaupun begitu, tren umum dari perkembangan revolusioner di semua negara terbelakang dapat ditentukan oleh formula revolusi permanen, dalam makna yang telah diberikan secara definitif oleh tiga revolusi di Rusia (1905, Februari 1917, Oktober 1917).

Komintern telah memberi negara-negara terbelakang sebuah contoh klasik bagaimana revolusi yang tangguh dan menjanjikan dapat dihancurkan. Selama kebangkitan besar gerakan massa di China pada tahun 1925-27, Komintern gagal memajukan slogan Majelis Nasional, dan pada saat yang sama melarang pembentukan soviet. Menurut rencana Stalin, partai borjuis Kuomintang akan menggantikan Majelis Nasional dan soviet. Setelah massa sudah dihancurkan oleh Kuomintang, Komintern mengorganisir sebuah karikatur soviet di Guangzhou (Kanton).[13] Setelah kekalahan pemberontakan Kanton yang memang tak terelakkan itu, Komintern menempuh jalan perang gerilya soviet tani, dengan kepasifan total kaum proletar industri. Setelah tiba di jalan buntu, Komintern mengambil kesempatan dari perang Sino-Jepang untuk melikuidasi “Soviet China” dengan goresan pena, dengan demikian mengsubordinasi tidak hanya “Tentara Merah” tani tetapi juga Partai “Komunis” di bawah Kuomintang, yaitu kaum borjuis.

Setelah mengkhianati revolusi proletar internasional demi persahabatan dengan para tuan budak “demokratik”, Komintern tidak dapat tidak mengkhianati juga perjuangan pembebasan rakyat kolonial, dan bahkan dengan sinisme yang lebih besar daripada Internasional Kedua sebelumnya. Salah satu tugas dari Front Rakyat dan “pertahanan nasional” adalah mengubah ratusan juta penduduk kolonial menjadi umpan meriam untuk imperialisme “demokratik”. Panji perjuangan pembebasan rakyat kolonial dan semi-kolonial, yaitu separuh umat manusia, sekarang telah pindah ke tangan Internasional Keempat.

Program Tuntutan Transisional di Negara-negara Fasis

Saat ini situasinya sangat jauh berbeda dari pernyataan para ahli strategi Komintern bahwa kemenangan Hitler merupakan langkah menuju ke kemenangan Thälmann.[14] Thälmann telah berada di penjaranya Hitler selama lebih dari 5 tahun. Mussolini telah merantai Italia dengan fasisme selama lebih dari 16 tahun. Selama periode ini, partai-partai Internasional Kedua dan Ketiga bukan hanya tidak mampu memimpin gerakan massa, tetapi bahkan tidak mampu membentuk organisasi ilegal yang serius, yang sebanding dengan partai-partai revolusioner di Rusia selama masa Tsarisme.

Tidak ada alasan yang bisa menjelaskan kegagalan-kegagalan ini dengan merujuk pada kekuatan ideologi fasisme. (Pada dasarnya, Mussolini tidak pernah memajukan ideologi apapun). “Ideologi” Hitler tidak pernah secara serius mencengkeram kaum buruh. Lapisan-lapisan masyarakat yang dulunya mabuk dengan fasisme, terutama kelas menengah, sudah mendapatkan cukup waktu untuk sadar. Kenyataan bahwa oposisi yang cukup menonjol dalam melawan fasisme hanya datang dari lingkaran gereja Protestan dan Katolik tidak bisa dijelaskan oleh kekuatan teori “ras” dan “darah keturunan” yang palsu dan gila itu, tetapi oleh kehancuran total ideologi demokrasi, Sosial Demokrasi, dan Komintern.

Setelah pembantaian Komune Paris, periode reaksi yang sangat kelam berkuasa selama hampir 8 tahun. Setelah kekalahan revolusi Rusia 1905, rakyat pekerja juga mengalami demoralisasi selama kurun waktu yang hampir sama. Tetapi, dalam kedua kasus tersebut, ini hanyalah kekalahan fisik, yang dikondisikan oleh perimbangan kekuatan. Terlebih lagi di Rusia, kaum proletar baru saja lahir. Faksi Bolshevik saat itu bahkan belum merayakan ulang tahunnya yang ketiga. Ini sangatlah berbeda di Jerman di mana kepemimpinan proletar datang dari partai-partai yang kuat, di mana salah satunya telah eksis selama 70 tahun, dan yang satu lagi selama 15 tahun. Kedua partai ini, dengan jutaan pemilih di belakang mereka, mengalami kelumpuhan moral dan menyerah sebelum bertempur. Sejarah tidak pernah menyaksikan bencana seperti itu. Proletariat Jerman bukanlah dihancurkan oleh musuhnya di pertempuran. Mereka dihancurkan oleh kepengecutan, kebangkrutan, dan pengkhianatan partai-partai mereka sendiri. Tidaklah mengejutkan bila mereka telah kehilangan kepercayaan terhadap semua yang dulunya mereka percayai selama hampir tiga generasi. Kemenangan Hitler pada gilirannya memperkuat Mussolini.

Kegagalan kerja revolusioner di Spanyol atau Jerman tidak lain adalah buah dari kebijakan kriminal Sosial Demokrasi dan Komintern. Kerja ilegal membutuhkan tidak hanya simpati massa tetapi juga antusiasme sadar dari lapisan pelopornya. Tetapi, apakah antusiasme ini dapat diharapkan dari organisasi-organisasi yang secara historis sudah bangkrut? Mayoritas dari mereka yang tampil sebagai pemimpin eksil adalah orang-orang yang sudah terdemoralisasi hingga ke tulang sumsum mereka, agen-agen Kremlin dan GPU, atau para mantan menteri Sosial Demokrat, yang bermimpi bahwa buruh dengan semacam keajaiban akan mengembalikan mereka ke posisi mereka sebelumnya. Apakah mungkin membayangkan barang satu menit saja bahwa tuan-tuan ini mampu memainkan peran kepemimpinan revolusi “anti-fasis” di masa depan?

Dan peristiwa-peristiwa di arena dunia – kekalahan buruh Austria[15], kekalahan Revolusi Spanyol, degenerasi negara Soviet – tidak dapat membantu kebangkitan revolusioner di Italia dan Jerman. Karena sumber informasi politik yang diterima oleh buruh Jerman dan Italia sangat tergantung pada siaran radio, kita dapat mengatakan dengan pasti bahwa stasiun radio Moskow, yang memadukan kebohongan Thermidorian dengan kebodohan dan kelancangan, telah menjadi faktor yang paling berpengaruh dalam demoralisasi kaum buruh di negara-negara totaliter tersebut. Dalam hal ini, seperti dalam hal lainnya, Stalin bertindak sebagai asistennya Goebbels[16].

Pada saat yang sama, antagonisme kelas yang membawa kemenangan fasisme terus berlanjut bahkan di bawah dominasi fasisme, dan secara perlahan-lahan menggerogoti fasisme. Massa rakyat semakin merasa tidak puas. Terlepas dari semua kesulitan, ratusan dan ribuan buruh mengorbankan dirinya untuk tetap melanjutkan kerja revolusioner secara ilegal. Sebuah generasi yang baru, yang belum pernah mengalami secara langsung hancurnya tradisi-tradisi lama dan harapan-harapan besar, telah maju ke depan. Persiapan molekuler revolusi proletar tetap berlanjut tanpa henti di bawah batu nisan totaliter yang berat. Tetapi, supaya energi terpendam ini dapat berkobar menjadi pemberontakan terbuka, kaum pelopor proletariat harus menemukan perspektif baru, program baru, dan panji baru yang belum ternoda.

Di sinilah letak kelemahan utamanya. Sangat sulit bagi kaum buruh di negara-negara fasis untuk memilih program yang baru. Sebuah program diverifikasi oleh pengalaman. Dan pengalaman gerakan massa inilah yang tidak ada di negara-negara totaliter. Besar kemungkinannya bahwa kemenangan kaum proletar di salah satu negara “demokratik” akan diperlukan untuk memberikan dorongan bagi gerakan revolusioner di negara-negara fasis. Dorongan yang sama dapat diperoleh melalui bencana ekonomi atau militer. Sekarang, kita harus meluncurkan kerja propaganda dan persiapan yang akan memberikan hasil besar di masa depan. Satu hal yang bisa kita katakan dengan penuh keyakinan bahkan pada saat ini: begitu gerakan revolusioner tiba di negara-negara fasis, gelombang revolusioner ini akan segera menyapu segalanya dan tidak akan berhenti sama sekali untuk menghidupkan kembali semacam mayat republik Weimar.[17]

Dari titik inilah kita akan temui perbedaan fundamental yang tak-terdamaikan antara Internasional Keempat dan partai-partai lama, yang masih bertahan hidup kendati kebangkrutannya. “Front Rakyat” yang diajukan oleh kaum eksil adalah varian Front Rakyat yang paling beracun dan penuh khianat. Pada intinya, front tersebut menandakan kerinduan yang impoten untuk berkoalisi dengan kaum borjuis liberal yang non-eksisten. Bila front ini berhasil terbentuk, ini hanya akan menyiapkan rentetan kekalahan-kekalahan baru bagi kaum proletar, seperti yang terjadi di Spanyol. Oleh karena itu, mengekspos dengan tanpa ampun teori dan praktik “Front Rakyat” ini adalah syarat utama untuk perjuangan revolusioner melawan fasisme.

Tentu saja, ini tidak berarti Internasional Keempat menolak slogan-slogan demokratik sebagai alat untuk memobilisasi massa melawan fasisme. Sebaliknya, slogan-slogan semacam itu dapat memainkan peran yang serius pada momen-momen tertentu. Tetapi, formula demokrasi (kebebasan pers, kebebasan berserikat, dsb.) bagi kami hanya berarti slogan insidental atau episodik di dalam gerakan independen kaum proletar dan bukanlah jerat demokratik yang diikatkan di leher kaum proletar oleh agen-agen kaum borjuis (Spanyol!). Segera setelah gerakan ini mengambil karakter massa, slogan-slogan demokratik tersebut akan terjalin dengan slogan-slogan transisional; komite pabrik dapat terbentuk sebelum para birokrat bergegas keluar dari kantor mereka untuk mengorganisir serikat buruh; soviet dapat memenuhi Jerman sebelum Majelis Konstituante yang baru bersidang di Weimar. Hal yang sama juga berlaku di Italia dan di negara-negara totaliter dan semi-totaliter lainnya.

Fasisme menenggelamkan negara-negara ini ke dalam barbarisme politik. Tetapi ia tidak mengubah struktur sosial mereka. Fasisme adalah alat di tangan kapital finans dan bukan tuan tanah feodal. Sebuah program revolusioner harus mendasarkan dirinya pada dialektika perjuangan kelas, yang juga berlaku di negara-negara fasis, dan bukan pada psikologi para pemimpin yang bangkrut dan ketakutan. Internasional Keempat menolak dengan muak metode-metode penipuan politik yang mendorong kaum Stalinis, mantan pahlawan “Periode Ketiga”[18], untuk kemudian bersembunyi di belakang topeng umat Katolik, umat Protestan, kaum Yahudi, kaum nasionalis Jerman, kaum liberal – hanya untuk menyembunyikan wajah mereka yang buruk. Internasional Keempat di mana-mana selalu tampil di bawah panjinya sendiri. Ia mengajukan programnya secara terbuka kepada kaum proletar di negara-negara fasis. Lapisan buruh yang paling maju di seluruh dunia sudah sangat yakin bahwa Mussolini, Hitler, dan agen-agen serta peniru-peniru mereka hanya dapat digulingkan di bawah kepemimpinan Internasional Keempat.

Uni Soviet dan Problem Periode Transisional

Uni Soviet lahir dari Revolusi Oktober sebagai negara buruh. Kepemilikan negara atas alat-alat produksi, yang merupakan syarat utama bagi perkembangan sosialis, membuka kemungkinan perkembangan kekuatan produktif secara pesat. Tetapi aparatus negara buruh ini mengalami degenerasi total pada saat yang sama: ia berubah dari senjata kelas buruh menjadi senjata kekerasan birokratik terhadap kelas buruh, dan semakin menjadi senjata untuk menyabotase ekonomi negara. Birokratisasi dari sebuah negara buruh yang terbelakang dan terisolasi dan transformasi birokrasi menjadi kasta berprivilese yang berkuasa merupakan sanggahan yang paling meyakinkan – tidak hanya secara teoritis, tetapi kali ini, secara praktis – terhadap teori sosialisme di satu negara.

Dengan demikian, Uni Soviet mengandung kontradiksi yang luar biasa. Tetapi ia tetap merupakan negara buruh yang mengalami degenerasi. Demikianlah diagnosis sosialnya. Prognosis politiknya memiliki karakter alternatif: entah birokrasi, yang semakin menjadi organ borjuasi dunia di negara buruh, akan menggulingkan bentuk properti yang baru ini dan menjerumuskan bangsa ini kembali ke kapitalisme; atau kelas buruh akan menghancurkan birokrasi dan membuka jalan menuju sosialisme.

Bagi seksi-seksi Internasional Keempat, Pengadilan Moskow[19] bukanlah hal yang mengejutkan. Pengadilan ini bukan hasil dari kegilaan pribadi sang diktator Kremlin, tetapi merupakan keturunan sah Thermidor. Pengadilan ini tumbuh dari konflik-konflik yang tak tertanggungkan di dalam birokrasi Soviet itu sendiri, yang pada gilirannya mencerminkan kontradiksi antara birokrasi dan rakyat, serta antagonisme yang semakin menajam di antara “rakyat” itu sendiri. Karakter pengadilan yang “fantastis” dan berdarah-darah ini mengungkapkan intensitas kontradiksi-kontradiksi tersebut dan pada saat yang sama mengumumkan datangnya kesimpulan akhirnya.

Pernyataan-pernyataan publik dari para mantan utusan luar negeri Kremlin, yang menolak untuk kembali ke Moskow, dengan jelas menegaskan dengan caranya sendiri bahwa semua tendensi politik dapat ditemukan di dalam birokrasi: dari Bolshevisme sejati (Ignace Reiss[20]) hingga fasisme (F. Butenko[21]). Elemen-elemen revolusioner di dalam birokrasi, yang hanya merupakan minoritas kecil, merefleksikan secara pasif kepentingan sosialis kaum proletar. Elemen fasis dan kontra-revolusioner, yang terus tumbuh, mengekspresikan kepentingan imperialisme dunia dengan semakin konsisten. Kandidat-kandidat untuk peran komprador ini beranggapan, dan bukan tanpa alasan, bahwa lapisan penguasa yang baru dapat mempertahankan privilese mereka hanya melalui penolakan terhadap nasionalisasi, kolektivisasi dan monopoli perdagangan asing atas nama asimilasi “peradaban Barat”, yaitu kapitalisme. Di antara kedua kutub ini, ada tendensi-tendensi Menshevik-SR-Liberal yang cair, yang condong ke demokrasi borjuis.

Di dalam apa yang disebut masyarakat “tanpa kelas” ini, juga terdapat kelompok-kelompok yang sama persis dengan yang ada di dalam birokrasi, hanya saja tidak terekspresikan setajam di birokrasi dan dalam proporsi yang terbalik: tendensi kapitalis yang sadar terutama terdiri dari para petani kolektif yang kaya dan hanya mencakup minoritas kecil dalam populasi. Tetapi lapisan ini menyediakan basis yang luas bagi tendensi-tendensi borjuis kecil yang mengakumulasi kekayaan dan oleh karenanya menyebabkan kemiskinan di antara rakyat luas, yang didukung secara sadar oleh birokrasi.

Di atas sistem yang sarat dengan antagonisme yang semakin tajam, yang semakin mengganggu keseimbangan sosial, oligarki Thermidorian, yang sekarang tereduksi menjadi klik Bonapartis Stalin, mempertahankan kekuasaannya dengan metode teror. Pengadilan fitnah baru-baru ini ditujukan sebagai pukulan terhadap sayap kiri. Ini juga digunakan untuk menyapu bersih para pemimpin Oposisi Kanan, karena sayap Kanan dari Partai Bolshevik tua ini, dari sudut pandang kepentingan dan tendensi birokrasi, mewakili bahaya dari kiri. Klik Bonapartis ini, yang juga takut pada sekutu kanan mereka seperti Butenko, terpaksa harus mengeksekusi hampir seluruh generasi Bolshevik Tua guna mempertahankan kekuasaannya, dan fakta ini merupakan bukti tak terbantahkan mengenai vitalitas tradisi revolusioner di antara massa dan juga ketidakpuasan mereka yang terus meningkat.

Kaum demokrat borjuis-kecil di Barat, yang baru saja kemarin menaksir Pengadilan Moskow sebagai emas murni, sekarang terus mengulangi bahwa “Trotskisme atau kaum Trotskis sudah tidak ada di Uni Soviet”. Namun, mereka gagal menjelaskan mengapa semua pembersihan ini dilakukan di bawah panji perjuangan melawan bahaya Trotskisme. Bila kita menganalisis “Trotskisme” sebagai sebuah program yang utuh, dan bahkan sebagai sebuah organisasi, maka tidak diragukan lagi “Trotskisme” sangatlah lemah di Uni Soviet. Namun, kekuatannya yang tangguh datang dari fakta bahwa ia tidak hanya mengekspresikan tradisi revolusioner tetapi juga oposisi kelas buruh Rusia yang sesungguhnya hari ini. Kebencian sosial yang terpendam oleh buruh terhadap birokrasi – inilah “Trotskisme” yang sesungguhnya dari sudut pandang klik birokrasi Kremlin. Birokrasi ini takut setengah mati, dan ketakutan ini sepenuhnya beralasan, pada hubungan antara kemarahan buruh yang mendalam tetapi tak-terorganisir dan organisasi Internasional Keempat.

Pemusnahan generasi Bolshevik Tua dan perwakilan revolusioner dari generasi muda dan menengah telah merusak perimbangan politik sehingga menguntungkan sayap kanan birokrasi, yaitu sayap borjuisnya dan sekutu-sekutunya di seluruh Rusia. Dari sayap kanan ini, kita dapat mengharapkan adanya upaya-upaya yang lebih gigih di periode mendatang untuk mengubah karakter sosialis Uni Soviet dan membawanya lebih dekat ke “peradaban Barat” dalam bentuk fasisnya.

Perspektif ini membuat konkret masalah “pertahanan Uni Soviet”. Bila esok hari, kelompok borjuis-fasis, yaitu “faksi Butenko”, mencoba merebut kekuasaan, maka “faksi Reiss” akan berada di sisi barikade yang berseberangan. Walaupun untuk sementara waktu “faksi Reiss” ini akan menemukan dirinya menjadi sekutu Stalin, ia tidak akan membela klik Bonapartis tetapi membela basis sosial Uni Soviet, yaitu properti yang direbut dari kaum kapitalis dan diubah menjadi milik negara. Bila “faksi Butenko” bersekutu dengan Hitler, maka “faksi Reiss” akan membela Uni Soviet dari intervensi militer, baik di dalam negeri maupun di arena dunia. Pilihan yang lain adalah pengkhianatan.

Walaupun kita tidak boleh menyangkal terlebih dahulu kemungkinan membentuk “front persatuan”, di dalam situasi yang sangat spesifik, dengan kelompok birokrasi Thermidorian untuk melawan serangan terbuka dari kontra-revolusi kapitalis, tugas politik utama di Uni Soviet tetap sama: penggulingan birokrasi Thermidorian ini. Semakin lama birokrasi ini berkuasa, maka fondasi elemen ekonomi sosialis akan semakin membusuk dan kemungkinan restorasi kapitalisme semakin besar. Inilah arah yang ditempuh oleh Komintern sebagai agen dan kaki tangan klik Stalinis dalam mencekik Revolusi Spanyol dan meremukkan semangat kaum proletar internasional.

Seperti halnya di negara-negara fasis, kekuatan utama birokrasi ini bukan berasal dari dirinya sendiri, tetapi dari kekecewaan massa, dari ketiadaan perspektif baru. Seperti halnya di negara-negara fasis, yang mana aparatus politik Stalin tidak jauh berbeda, kecuali dalam kekejamannya yang lebih tak terkendali, satu-satunya hal yang mungkin dilakukan sekarang di Uni Soviet adalah kerja propaganda persiapan. Seperti halnya di negara-negara fasis, kemungkinan besar dorongan untuk kebangkitan revolusioner kaum buruh Soviet akan datang dari peristiwa-peristiwa di luar negeri. Perjuangan melawan Komintern di arena dunia adalah bagian terpenting dari perjuangan melawan kediktatoran Stalinis. Ada banyak tanda yang menunjukkan bahwa kejatuhan Komintern akan mendahului kejatuhan klik Bonapartis dan birokrasi Thermidorian secara keseluruhan, karena Komintern tidak memiliki basis langsung di GPU.

Kebangkitan revolusi yang baru di Uni Soviet pasti akan dimulai di bawah panji perjuangan melawan ketidaksetaraan sosial dan penindasan politik. Gulingkan privilese birokrasi! Gulingkan Stakhanovisme![22] Gulingkan aristokrasi Soviet dengan pangkat dan hierarki komandonya! Upah yang lebih setara untuk semua bentuk pekerjaan!

Perjuangan untuk kebebasan serikat buruh dan komite pabrik, untuk kebebasan berkumpul dan kebebasan pers, akan terbentang di dalam perjuangan untuk regenerasi dan perkembangan demokrasi Soviet.

Birokrasi Stalinis menggantikan soviet-soviet sebagai organ kelas dengan kebohongan hak pilih universal – seperti Hitler-Goebbels. Kita harus mengembalikan kepada soviet bukan hanya bentuk demokrasinya yang bebas tetapi juga karakter kelasnya. Seperti dulu ketika kaum borjuis dan kulak[23] tidak diperbolehkan masuk ke soviet, maka sekarang kita harus mengusir para birokrat dan aristokrat baru ini dari soviet. Di dalam soviet hanya ada ruang untuk perwakilan buruh, petani kolektif akar-rumput dan Tentara Merah.

Demokratisasi soviet mustahil tercapai tanpa melegalisasi partai-partai soviet. Kaum buruh dan tani sendirilah dengan hak pilih bebas mereka akan menentukan partai-partai mana yang mereka akui sebagai partai soviet.

Revisi ekonomi terencana secara menyeluruh dari atas hingga bawah demi kepentingan produsen dan konsumen! Kembalikan hak kontrol produksi kepada komite pabrik. Koperasi konsumen yang diorganisir secara demokratik harus mengontrol kualitas dan harga barang.

Menata ulang pertanian kolektif sesuai dengan kehendak dan kepentingan para pekerja yang terlibat di sana!

Kebijakan internasional yang reaksioner dari birokrasi ini harus diganti dengan kebijakan internasionalisme proletar. Semua korespondensi diplomatik dari Kremlin harus bisa diakses oleh semua orang. Tolak diplomasi rahasia!

Semua pengadilan politik, yang dipentaskan oleh birokrasi Thermidorian, harus ditinjau kembali secara terbuka, dengan kejujuran dan integritas penuh. Hanya kemenangan pemberontakan revolusioner massa tertindas yang dapat menghidupkan kembali rezim Soviet dan menjamin perkembangannya lebih lanjut menuju sosialisme. Hanya ada satu partai yang mampu memimpin rakyat Soviet menuju insureksi – partai Internasional Keempat!

Gulingkan geng birokratik Kain-Stalin!

Hidup Demokrasi Soviet!

Hidup Revolusi Sosialis Internasional!

Melawan Oportunisme dan Revisionisme tak berprinsip

Politik partai Leon Blum di Prancis telah mendemonstrasikan kembali bahwa kaum reformis tidak mampu belajar apapun bahkan dari pelajaran sejarah yang paling tragis sekalipun. Sosial Demokrasi Prancis meniru, tanpa berpikir sama sekali, politik Sosial Demokrasi Jerman dan berakhir dengan nasib yang sama. Dalam beberapa dekade, Internasional Kedua menjalin hubungan dengan rejim demokrasi borjuis, menjadi bagian darinya, dan membusuk bersama-sama dengannya.

Internasional Ketiga telah menempuh jalan reformisme ketika krisis kapitalisme jelas-jelas telah menempatkan revolusi proletar dalam agenda hari ini. Kebijakan Komintern di Spanyol dan China – kebijakan yang tunduk pada kaum borjuis “demokrat” dan “nasional” – menunjukkan bahwa Komintern juga tidak mampu belajar apapun atau tidak mampu berubah. Birokrasi yang telah menjadi kekuatan reaksioner di Uni Soviet ini tidak dapat memainkan peran revolusioner di arena dunia.

Anarko-sindikalisme juga secara umum telah melewati proses evolusi yang serupa. Di Prancis, birokrasi sindikalis Leon Jouhaux[24] sudah sejak lama menjadi agen borjuis dalam kelas buruh. Di Spanyol, anarko-sindikalisme mencampakkan kedok revolusionernya dan menjadi roda kelima demokrasi borjuis.

Organisasi-organisasi sentris yang tergabung dalam Biro London[25] tidaklah lebih dari lampiran “kiri” dari Sosial Demokrasi atau Komintern. Mereka telah menunjukkan ketidakmampuan mereka untuk memahami situasi politik dan menarik kesimpulan revolusioner darinya. Pencapaian tertinggi mereka adalah POUM di Spanyol, yang di bawah kondisi revolusioner di Spanyol terbukti tidak mampu mengikuti garis revolusioner.

Kekalahan-kekalahan tragis yang diderita oleh proletariat dunia selama periode bertahun-tahun yang panjang ini telah membuat organisasi-organisasi resmi gerakan buruh semakin terpuruk ke dalam konservatisme, dan pada saat yang sama membuat kaum “revolusioner” borjuis-kecil yang kecewa itu mencari-cari “metode baru”. Seperti yang selalu terjadi selama periode reaksi dan pembusukan, muncul di mana-mana teoretikus-teoretikus palsu dan penipu, yang ingin merevisi seluruh alur pemikiran revolusioner. Alih-alih belajar dari masa lalu, mereka “menolaknya”. Beberapa dari mereka menemukan ketidakkonsistenan dalam Marxisme, yang lain menyatakan keruntuhan Bolshevisme. Ada yang menyalahkan doktrin revolusioner sebagai penyebab kesalahan dan kejahatan orang-orang yang mengkhianati doktrin tersebut; yang lain mengutuk obatnya karena obat tersebut tidak menjamin kesembuhan yang instan dan ajaib. Mereka yang lebih berani berjanji akan menemukan panasea, dan sembari menunggu obat mujarab ini mereka menganjurkan untuk menghentikan perjuangan kelas. Cukup banyak nabi-nabi “moral baru” yang bersiap-siap untuk menghidupkan kembali gerakan buruh dengan bantuan homeopati moral. Mayoritas nabi-nabi ini telah berhasil menjadi cacat moral sebelum tiba di medan perang. Jadi, atas nama “metode baru”, resep-resep lama, yang telah lama terkubur dalam arsip sosialisme pra-Marxisme, ditawarkan kembali kepada kaum proletar.

Internasional Keempat menyatakan perang tanpa kompromi melawan birokrasi Internasional Kedua, Ketiga, Amsterdam, dan Anarko-sindikalis, dan juga organisasi-organisasi satelit sentris mereka; melawan reformisme tanpa reforma; melawan demokrasi yang bersekutu dengan GPU; melawan pasifisme tanpa perdamaian; melawan anarkisme yang melayani kaum borjuis; melawan “kaum revolusioner” yang takut setengah-mati terhadap revolusi. Semua organisasi ini bukanlah sesuatu yang menjanjikan bagi masa depan, melainkan mayat hidup yang sudah membusuk dari masa lalu. Era perang dan revolusi akan menghancurkan mereka.

Internasional Keempat tidak mencari dan tidak menciptakan panasea. Internasional Keempat berdiri sepenuhnya di atas Marxisme sebagai satu-satunya doktrin revolusioner yang memungkinkan seseorang untuk memahami realitas, mengungkapkan penyebab kekalahan dan secara sadar mempersiapkan kemenangan. Internasional Keempat meneruskan tradisi Bolshevisme yang menunjukkan untuk pertama kalinya kepada kaum proletar bagaimana menaklukkan kekuasaan. Internasional Keempat menyapu bersih para teoretikus palsu dan guru-guru moral yang nasehatnya tidak pernah kita minta. Dalam masyarakat yang berdasarkan eksploitasi, moral tertinggi adalah revolusi sosial. Semua metode yang meningkatkan kesadaran kelas kaum buruh, kepercayaan mereka pada kekuatan mereka sendiri, dan kesiapan-diri mereka untuk berkorban dalam perjuangan adalah baik. Metode-metode yang tidak diizinkan adalah metode yang menanamkan di dalam jiwa kaum tertindas rasa takut dan ketertundukan pada penindas mereka, yang meremukkan semangat perlawanan dan kemarahan rakyat, atau yang menggantikan kehendak massa dengan kehendak para pemimpin; keyakinan dengan paksaan; analisis realitas dengan demagogi dan fitnah. Inilah mengapa Sosial Demokrasi, yang melacurkan Marxisme, dan Stalinisme, yang merupakan anti-tesis dari Bolshevisme, adalah musuh besar revolusi proletar dan moral proletariat.

Menghadapi kenyataan secara jujur; tidak mencari jalan pintas yang lebih gampang; menyebut sesuatu sesuai dengan namanya; menyampaikan kebenaran kepada rakyat, tidak peduli sepahit apa kebenaran tersebut; tidak gentar menghadapi rintangan; bersikap jujur dalam hal kecil maupun besar; mendasarkan programnya pada logika perjuangan kelas; bersikap berani saat waktunya bertindak – inilah etos Internasional Keempat. Ia telah menunjukkan bahwa ia mampu berenang melawan arus. Gelombang sejarah yang akan datang ini akan mengangkatnya ke puncak.

Melawan Sektarianisme

Di bawah pengaruh pengkhianatan oleh organisasi-organisasi historis kaum proletar, ada mood sektarian yang berkembang, dan beragam kelompok sektarian muncul atau hidup kembali di pinggiran Internasional Keempat. Pada dasarnya mereka menolak memperjuangkan tuntutan-tuntutan parsial dan transisional, yaitu tuntutan-tuntutan untuk kepentingan dan kebutuhan dasar rakyat pekerja sekarang. Bagi kaum sektarian, mempersiapkan revolusi berarti meyakinkan diri mereka sendiri akan keunggulan sosialisme. Mereka menganjurkan untuk mencampakkan serikat-serikat buruh yang “lama”, dengan kata lain mereka menganjurkan untuk meninggalkan puluhan juta buruh yang terorganisir – seolah-olah massa dapat hidup di luar kondisi perjuangan kelas yang sesungguhnya!

Mereka tidak peduli pada perjuangan internal di dalam organisasi-organisasi reformis – seolah-olah mereka dapat memenangkan massa tanpa berpartisipasi di dalam perjuangan sehari-hari mereka! Mereka menolak untuk membedakan demokrasi borjuis dan fasisme – seolah-olah massa tidak dapat merasakan perbedaannya di setiap langkah.

Kaum sektarian hanya bisa membedakan dua warna: merah dan hitam. Mereka menyederhanakan realitas supaya mereka tidak tergoda olehnya. Mereka menolak membedakan kelompok-kelompok yang bertikai di Spanyol karena dua kelompok tersebut memiliki karakter borjuis. Untuk alasan yang sama, mereka merasa perlu mempertahankan “netralitas” dalam perang antara Jepang dan China. Mereka menyangkal bahwa ada perbedaan yang prinsipil antara Uni Soviet dan negara-negara imperialis. Dan karena kebijakan-kebijakan reaksioner dari birokrasi Soviet, mereka menolak membela bentuk kepemilikan yang baru ini, yang diciptakan oleh Revolusi Oktober, dari serangan imperialisme. Karena mereka tidak mampu meraih telinga massa, mereka kemudian dengan membabi-buta menuduh massa tidak mampu memahami ide revolusioner.

Para politikus yang impoten ini umumnya tidak membutuhkan jembatan dalam bentuk tuntutan transisional karena mereka tidak berniat menyeberang ke sisi lain. Mereka hanya berkutat di satu tempat, memuaskan diri mereka sendiri dengan mengulang-ulang abstraksi-abstraksi sederhana yang sama. Peristiwa politik bagi mereka adalah kesempatan untuk berkomentar, bukan untuk beraksi. Karena kaum sektarian, seperti halnya para pecundang dan dukun, senantiasa tersandung oleh realitas dalam setiap langkahnya, mereka terus-menerus hidup dalam kondisi frustrasi, mengeluh mengenai “rezim” dan “metode” dan tidak henti-hentinya terlibat dalam intrik-intrik kecil. Di lingkaran mereka sendiri, mereka biasanya menjalankan rezim yang despotik. Politik sektarianisme yang mandul ini berfungsi untuk melengkapi, seperti bayangan, kemandulan oportunisme, yang tidak mempunyai pandangan revolusioner. Dalam politik praktis, kaum sektarian bersatu dengan kaum oportunis, terutama dengan kaum sentris, setiap kali mereka melawan Marxisme.

Sebagian besar kelompok dan klik sektarian ini, yang hidup dari remah-remah yang kebetulan jatuh dari meja Internasional Keempat, memimpin organisasi yang “independen”, dengan klaim yang besar tetapi tanpa kemungkinan untuk sukses sama sekali. Tanpa membuang-buang waktu, kaum Bolshevik-Leninis dapat dengan tenang membiarkan kelompok-kelompok ini menjalani takdirnya sendiri. Akan tetapi, kecenderungan sektarian juga dapat ditemukan di dalam barisan kita sendiri dan kecenderungan ini dapat merusak kerja seksi-seksi International Keempat. Kita tidak boleh berkompromi dengan mereka barang satu hari pun. Kebijakan yang tepat menyangkut serikat buruh adalah syarat dasar untuk keanggotaan Internasional Keempat. Dia yang tidak mencari dan tidak menemukan jalan menuju massa bukanlah pejuang, melainkan beban mati bagi partai. Sebuah program dirumuskan bukan untuk dewan redaksi atau pemimpin klub diskusi, melainkan untuk aksi revolusioner jutaan rakyat. Membersihkan barisan Internasional Keempat dari sektarianisme dan kaum sektarian kambuhan adalah syarat utama untuk kesuksesan revolusioner.

Buka Jalan ke Kaum Buruh Perempuan! Buka Jalan ke Kaum Muda!

Kekalahan Revolusi Spanyol yang disebabkan oleh “para pemimpinnya”, kebangkrutan memalukan Front Rakyat di Prancis, dan tereksposnya penipuan pengadilan di Moskow – tiga fakta ini secara keseluruhan telah menghantarkan pukulan telak pada Komintern dan, secara insidental, sekutu-sekutunya: kaum Sosial Demokrat dan kaum Anarko-sindikalis. Tentu saja ini tidak berarti para anggota organisasi-organisasi ini akan segera beralih ke International Keempat. Generasi yang lebih tua, setelah menderita kekalahan-kekalahan besar, akan meninggalkan gerakan dalam jumlah signifikan. Selain itu, Internasional Keempat jelas tidak bermaksud menjadi tempat penampungan bagi kaum revolusioner yang sudah lumpuh, kaum birokrat dan pemburu jabatan yang sudah terdemoralisasi. Justru sebaliknya, untuk menghadapi kemungkinan masuknya elemen-elemen borjuis kecil (yang sekarang banyak di aparatus organisasi-organisasi lama) ke dalam partai kita, langkah-langkah pencegahan yang ketat harus diambil: masa percobaan yang lebih panjang bagi kandidat anggota yang bukan buruh, terutama bagi bekas birokrat partai; mereka dilarang menduduki posisi penting untuk tiga tahun pertama, dsb. Di dalam Internasional Keempat tidak ada dan tidak akan ada tempat untuk karierisme, yang merupakan borok internasional-internasional yang lama. Internasional Keempat hanyalah untuk orang-orang yang ingin hidup demi gerakan, bukan hidup dari gerakan. Kaum buruh revolusioner harus merasa diri mereka sebagai tuan. Pintu organisasi kita terbuka lebar untuk mereka.

Tentu saja, bahkan di antara kaum buruh yang dulu pernah berjuang, tidak sedikit dari mereka yang letih dan patah-semangat. Mereka akan tetap menjadi penonton di pinggiran, setidaknya untuk periode selanjutnya. Ketika sebuah program atau sebuah organisasi terkikis habis, maka generasi yang memanggul program atau organisasi tersebut di pundaknya akan terkikis habis bersamanya juga. Gerakan akan dihidupkan kembali oleh kaum muda yang bebas dari tanggung jawab atas masa lalu. Internasional Keempat memberikan perhatian khusus pada generasi muda proletariat. Hanya antusiasme baru dan semangat agresif kaum muda yang dapat memastikan keberhasilan-keberhasilan awal dalam perjuangan; dan hanya keberhasilan-keberhasilan inilah yang dapat mengembalikan elemen-elemen terbaik dari generasi yang lebih tua ke jalan revolusi. Begitulah dulu, maka begitulah juga di masa mendatang.

Organisasi-organisasi oportunis, karena karakter mereka, memusatkan perhatian utama mereka pada lapisan atas kelas buruh dan maka dari itu mengabaikan kaum muda dan buruh perempuan. Namun pembusukan kapitalisme memukul perempuan paling keras sebagai pencari nafkah dan sebagai ibu rumah tangga. Seksi-seksi Internasional Keempat harus mencari basis dukungan dari lapisan kelas buruh yang paling tertindas; yakni di antara kaum buruh perempuan. Di sini, mereka akan menemukan sumber pengabdian, solidaritas, dan kesiapan untuk berkorban yang tak terbatas.

Gulingkan birokrasi dan karierisme!

Buka jalan menuju kaum muda!

Berpalinglah ke buruh perempuan!

Slogan-slogan ini terpampang di panji Internasional Keempat.

Di Bawah Panji Internasional Keempat

Orang-orang yang skeptis bertanya: Tetapi, apakah waktunya sudah tiba untuk mendirikan Internasional Keempat? Mereka mengatakan: tidak mungkin kita bisa menciptakan sebuah Internasional secara “artifisial”; ia hanya bisa lahir dari peristiwa-peristiwa besar, dst., dst. Semua keberatan ini hanya menunjukkan bahwa kaum skeptis ini tidak berguna sama sekali untuk membangun sebuah Internasional yang baru. Mereka tidak berguna sama sekali dalam hampir semua hal.

Internasional Keempat telah lahir dari peristiwa-peristiwa besar: kekalahan-kekalahan terbesar proletariat dalam sejarah. Penyebab kekalahan-kekalahan ini dapat ditemukan di dalam degenerasi dan pengkhianatan kepemimpinan yang lama. Perjuangan kelas tidak menoleransi sebuah interupsi. Internasional Ketiga, mengikuti Internasional Kedua, telah mati peran revolusinya. Hidup Internasional Keempat!

Kaum skeptis ini masih belum puas: “Tetapi, apakah waktunya sudah tiba untuk memproklamasikan pendiriannya?” Kita menjawab: Internasional Keempat tidak perlu “diproklamasikan”. Ia eksis dan ia berjuang. Apakah ia lemah? Ya, anggotanya tidak banyak karena ia masih muda. Mayoritas adalah kader. Tetapi kader-kader ini adalah janji untuk masa depan. Di luar kader-kader ini, tidak ada satupun tendensi revolusioner di muka bumi ini yang pantas menyandang nama Internasional Keempat. Bila Internasional kita masih lemah dalam jumlah, ia kuat dalam doktrin, program, tradisi, dalam penempaan kader-kadernya. Siapa saja yang tidak bisa melihat ini sekarang, biarlah mereka menyingkir untuk sementara. Esok hari, semuanya akan lebih jelas.

Sekarang saja, Internasional Keempat sudah dibenci oleh kaum Stalinis, kaum Sosial Demokrat, kaum borjuis liberal, dan kaum fasis; dan Internasional Keempat sepantasnya dibenci oleh mereka. Tidak ada dan tidak akan ada tempat baginya di dalam Front Rakyat. Dengan tanpa kompromi ia memerangi semua kelompok politik yang terikat dengan kaum borjuis. Tugasnya, menghancurkan dominasi kapitalisme. Tujuannya, sosialisme. Metodenya, revolusi proletar.

Tanpa demokrasi internal, tidak akan ada pendidikan revolusioner. Tanpa disiplin, tidak akan ada aksi revolusioner. Struktur internal Internasional Keempat didasarkan pada sentralisme demokratik: kebebasan penuh untuk berdiskusi, kesatuan penuh dalam aksi.

Krisis yang sekarang dihadapi oleh peradaban manusia adalah krisis kepemimpinan proletariat. Kaum buruh yang maju, yang tersatukan dalam Internasional Keempat, menunjukkan kepada kelas mereka jalan keluar dari krisis ini. Mereka menawarkan sebuah program yang berdasarkan pengalaman internasional dalam perjuangan pembebasan kaum proletar dan semua kaum tertindas lainnya. Mereka menawarkan sebuah panji yang tidak ternoda.

Kaum buruh – laki-laki dan perempuan – dari semua negara, berbarislah di bawah panji Internasional Keempat. Ini adalah panji kemenangan kalian yang semakin dekat!


Keterangan:

[1] New Deal adalah serangkaian program pekerjaan umum, reforma finansial dan regulasi, dan stimulus ekonomi yang diluncurkan oleh Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt, pada 1933-1938, untuk mengatasi depresi besar tahun 1930an.

[2] Front Popular atau Front Rakyat di Prancis adalah koalisi lintas-kelas di Prancis yang dibentuk pada tahun 1930an. Anggotanya termasuk Partai Komunis Prancis yang dikontrol oleh kaum Stalinis, Partai Sosialis yang merupakan partai reformis kiri, dan Partai Radikal-Sosialis yang mewakili kaum borjuis kecil dan kaum borjuis liberal. Front ini dibentuk atas dasar platform anti-fasisme, tetapi pada akhirnya justru digunakan untuk menekan gerakan buruh dan berakhir pada kemenangan fasisme di Prancis.

[3] POUM, Partido Obrero de Unificacion Marxista atau Partai Persatuan Buruh Marxis, adalah partai didirikan oleh Andreu Nin dan Joaquim Maurin. Partai ini bergabung dengan Front Popular pada saat Revolusi Spanyol. Walaupun POUM banyak mengkritik kebijakan Partai Komunis Spanyol (Stalinis) dan Front Popular, mereka tetap berpartisipasi dalam pemerintahan borjuis Front Popular yang kerap menahan laju Revolusi Spanyol. Di bawah perintah Stalin, pemerintahan ini membubarkan POUM dan menangkap semua anggotanya. Andreu Nin ditangkap oleh agen polisi rahasia Stalin dan dieksekusi. Mayatnya tidak pernah ditemukan.

[4] CIO, Congress of Industrial Organizations atau Kongres Organisasi Industri, adalah sebuah federasi serikat buruh di Amerika Serikat dan Kanada dari 1935 hingga 1955. Federasi ini sangatlah militan, tetapi pada tahun 1940an dan 1950an terjadi gelombang pemecatan terhadap anggota-anggota yang radikal dan berhaluan komunis. Akhirnya pada 1955, CIO bergabung dengan AFL (American Federation of Labour) dan menjadi AFL-CIO.

[5] Topi Phrygian adalah topi berwarna merah yang menjadi simbol revolusi Prancis 1789 dan simbol kebebasan yang diwakilinya.

[6] Leon Blum (1872-1950) adalah pemimpin Partai Sosialis dan perdana menteri Prancis selama periode Front Popular di Prancis (Juni 1936 - Juli 1937). Selama periodenya sebagai perdana menteri, buruh menduduki pabrik-pabrik dan siap meluncurkan revolusi. Tetapi dia merasa bahwa buruh Prancis tidak siap untuk meluncurkan revolusi, dan menyerukan kepada buruh untuk kembali bekerja.

[7] Serikat buruh anarko-sindikalis yang disebut di sini merujuk pada serikat buruh CNT (Confederación Nacional del Trabajo; Konfederasi Nasional Buruh) yang dipimpin oleh kaum anarkis FAI (Federación Anarquista Ibérica; Federasi Anarkis Iberica), yang merupakan salah satu kekuatan utama selama Revolusi Spanyol 1936-39. Selama Revolusi Spanyol, CNT-FAI menolak mengambil kekuasaan berulang kali ketika mereka memiliki peluang karena doktrin anarkis mereka. Tetapi pada akhirnya mereka bergabung ke dalam pemerintahan republik borjuis Front Popular dan mengambil posisi sejumlah menteri. Dengan demikian, kaum anarkis Spanyol tidak hanya mengkhianati doktrin mereka sendiri tetapi juga berperan dalam kekalahan Revolusi Spanyol.

[8] Economic royalist – ungkapan yang dipopulerkan oleh Presiden AS Franklin D. Roosevelt (1933-1945) dari Partai Demokrat, yang merujuk pada lapisan kapitalis raksasa yang telah memusatkan kekayaan dan kekuasaan di tangan mereka. Politisi Demokrat dan kaum reformis umumnya mengecam economic royalist yang mereka anggap sebagai sumber dari semua yang jahat dalam masyarakat, dan mendambakan kapitalisme yang baik dengan kapitalis yang “baik hati”, “adil”, dan “demokratik”.

[9] “60 Keluarga Besar” adalah 60 keluarga terkaya di Amerika yang mengontrol Amerika, termasuk di dalamnya adalah keluarga Rockefeller, Ford, Standard Oil, DuPont. Sedangkan “200 Keluarga Besar” adalah 200 keluarga terkaya di Prancis yang mengontrol Prancis.

[10] Thermidor adalah istilah yang digunakan oleh Trotsky untuk merujuk pada kontra-revolusi birokratik di Uni Soviet. Istilah ini dipinjam dari Revolusi Prancis 1789, ketika pemerintahan revolusioner Jacobin ditumbangkan oleh sayap yang lebih konservatif pada 27 Juli 1794 (atau tanggal 9 Thermidor dalam penanggalan Revolusi Prancis yang baru), dan momen ini menandai kemunduran Revolusi Prancis dan berakhirnya fase revolusionernya, yang dimahkotai dengan naiknya Kaisar Napoleon ke tampuk kekuasaan. Dalam proses yang serupa di Uni Soviet, Thermidor menandai proses kemunduran Revolusi Oktober, di mana proletariat yang sudah letih mundur dari arena politik, dan kepemimpinan revolusionernya ditumbangkan oleh birokrasi konservatif dengan Stalin sebagai pemimpinnya.

[11] Hari-hari Juli adalah salah satu episode dalam Revolusi Rusia. Pada 3-7 Juli 1917, tentara dan buruh Petrograd berdemonstrasi melawan Pemerintahan Provisional dan berniat menumbangkannya. Mereka menekan Komite Eksekutif Soviet, yang saat itu dipimpin oleh Menshevik dan SR, untuk mengambil kekuasaan dari Pemerintahan Provisional. Tetapi SR dan Menshevik menolak. Akhirnya demonstrasi ini ditumpas dengan kejam oleh Pemerintah Provisional. Periode reaksi menyusul di mana Partai Bolshevik dilarang dan pemimpin-pemimpinnya diburu.

[12] Internasional Amsterdam atau International Federation of Trade Unions (IFTU), dibentuk pada Juli 1919 di Amsterdam. Federasi ini dibentuk oleh para pemimpin serikat buruh yang mendukung perang dunia pertama dan didominasi oleh kaum reformis dan sauvinis.

[13] Pemberontakan Guangzhou (Kanton) – setelah kekalahan revolusi China 1925-27 akibat kebijakan Stalinis yang menganjurkan agar Partai Komunis China (PKC) tunduk di bawah Partai Kuomintang (KMT), dengan dalih bahwa revolusi China adalah revolusi borjuis yang harus dipimpin oleh KMT, Komintern lalu menganjurkan kebijakan avonturis. PKC diinstruksikan untuk meluncurkan pemberontakan yang prematur di Guangzhou pada 11-13 Desember 1927 dan memproklamirkan pendirian Soviet Guangzhou. Petualangan ini dengan cepat ditumpas oleh KMT dan lebih dari 5000 komunis tewas. Zig-zag Stalinis ini menjadi pukulan besar sekali lagi bagi kekuatan Komunis China.  

[14] Ernst Thälmann (1886-1944) adalah ketua Partai Komunis Jerman (KPD) dari 1925 hingga 1933. Pada tahun 1933 dia ditangkap oleh Gestapo dan dipenjara oleh rezim Hitler, sebelum dieksekusi pada 1944. Selama kepemimpinan Thälmann KPD menjalankan kebijakan “Periode Ketiga”, sebuah kebijakan ultra-kiri yang didikte oleh Stalin dan Komintern. Kebijakan ini menyatakan bahwa kemenangan revolusi sosialis sudah ada di depan mata, dan menyamakan kaum sosial demokrat dan kaum fasis, dan dengan demikian menolak front persatuan antara KPD dan Partai Sosial Demokrat (SPD) dalam melawan fasisme. Bahkan setelah kemenangan Hitler, Komintern meremehkan peristiwa ini dan menyatakan bahwa setelah Hitler maka akan menyusul kemenangan KPD. Setelah kegagalan total “Periode Ketiga”, Stalin membanting setir dengan mengadopsi kebijakan “Front Rakyat”, yaitu kebijakan kolaborasi kelas dengan apa yang disebut borjuasi “demokratik” untuk melawan fasisme, kebijakan yang juga gagal membendung fasisme di Spanyol.

[15] Ini merujuk pada Pemberontakan Februari 1934 di Austria. Pada 12 Februari 1934, buruh Austria meluncurkan perlawanan bersenjata melawan kebangkitan fasisme. Pemberontakan ini berlangsung dari 12-15 Februari. Buruh mengorganisir demonstrasi dan pemogokan, dan di banyak kota mereka mengorganisir detasemen bersenjata. Tetapi karena kepengecutan para pemimpin Partai Sosial Demokrat, pemberontakan ini gagal dan ditumpas secara kejam oleh aparat keamanan dan kelompok paramiliter fasis. Ratusan meninggal, ribuan luka-luka, dan ribuan lainnya dipenjara. Partai Sosial Demokrat dan serikat-serikat buruhnya dilarang.

[16] Joseph Goebbels (1897-1945) adalah menteri penerangan dan propaganda rezim fasis Nazi pada 1933-1945. Dia adalah tangan kanan Hitler yang mengepalai program anti-semitisme dan pembunuhan massal orang Yahudi.

[17] Republik Weimar adalah masa pemerintahan republik Jerman dari 1918 hingga 1933, sebelum berakhir dengan kemenangan Hitler.

[18] “Periode Ketiga” adalah teori yang dikembangkan oleh kaum Stalinis, bahwa kapitalisme tengah memasuki periode terakhirnya dan akan tumbang di mana-mana. Dan sosial demokrasi telah berubah menjadi sosial fasisme. Partai-partai Komunis diinstruksikan untuk meluncurkan revolusi tanpa mempertimbangkan kondisi aktual. Di Jerman, teori “Periode Ketiga” ini berarti menolak front persatuan antara Partai Komunis dan Partai Sosial Demokrasi dalam melawan fasisme, yang berakhir dengan kemenangan fasisme. Setelah kekeliruan teori “Periode Ketiga” ini, Stalin melakukan zig zag ke teori “Front Rakyat”, yakni koalisi oportunis dengan borjuasi “demokratik” untuk melawan fasisme, yang berarti menunda terlebih dahulu perjuangan kelas demi persahabatan dengan borjuasi nasional yang “demokratik”.

[19] Pengadilan Moskow adalah pengadilan fitnah yang dipentaskan oleh birokrasi Uni Soviet pada 1936-38 untuk menangkap dan menghukum mati semua kaum oposisi. Selama Pengadilan Moskow ini, hampir semua kaum Bolshevik Tua, yakni kamerad-kamerad seperjuangan Lenin, dituduh bekerja sama dengan kaum fasis dan imperialis, dan dieksekusi atas perintah Stalin.

[20] Ignace Reiss (1899-1937) adalah seorang Bolshevik dan anggota dinas intelijen Uni Soviet (NKVD) yang pada 1937 pecah dari rejim Stalin karena oposisinya terhadap birokratisasi Uni Soviet dan Pengadilan Moskow. Dalam suratnya kepada Komite Pusat Partai Komunis Uni Soviet dan Stalin, dia menyatakan bergabung dengan Trotsky dan Internasional Keempat. Beberapa minggu kemudian, dia dibunuh oleh agennya Stalin. Trotsky merujuk pada “faksi Reiss” sebagai tendensi proletar dalam birokrasi Soviet, yaitu selapisan Bolshevik di dalam rejim yang masih secara jujur percaya pada nilai-nilai Revolusi Oktober dan mulai menentang birokrasi Stalinis.  

[21] Fedor Butenko adalah seorang diplomat luar negeri Uni Soviet di Rumania yang pada 1938 membelot ke rezim fasis Italia Mussolini. Dia lalu memainkan peran sebagai propagandis anti-Bolshevik untuk fasisme Italia. Trotsky merujuk pada “faksi Butenko” sebagai tendensi borjuis dalam birokrasi Soviet.

[22] Gerakan Stakhanovite dimulai pada tahun 1935 selama rencana lima tahun kedua Uni Soviet. Nama gerakan ini diambil dari seorang buruh tambang Alexei Stakhanov yang menambang 102 ton batu bara dalam waktu kurang dari 6 jam, atau 14 kali lipat kuotanya. Uni Soviet menerapkan kebijakan Gerakan Stakhanov ini sebagai apa yang disebut “kompetisi sosialis”, di mana semakin banyak buruh bekerja maka semakin besar upahnya, dalam skema “kerja borongan”. Dengan cambuk birokrasi, rejim berusaha mempercepat perkembangan ekonomi dan mengatasi keterisolasian ekonomi Rusia yang terbelakang, dengan cara memaksa buruh untuk bekerja keras melampaui kekuatannya. Pada akhirnya, gerakan ini dihentikan karena alih-alih meningkatkan produktivitas justru dalam jangka panjang menurunkan produktivitas dan menciptakan kekacauan ekonomi.

[23] Kulak adalah istilah Rusia untuk petani kaya atau tuan tanah.

[24] Leon Jouhaux (1879-1954) adalah Sekjen Konfederasi Buruh Nasional Prancis (CGT) dan peraih hadiah Nobel pada 1951. Sebagai reformis, dia percaya pada keharmonisan antara kapital dan buruh. Sebelum pecahnya Perang Dunia Kedua, dia mengorganisir sejumlah demo anti-perang, tetapi ketika perang meletus dia langsung mendukung keterlibatan pemerintah Prancis dalam perang tersebut dan menjadi sosial-sauvinis.

[25] Biro London adalah asosiasi internasional partai-partai kiri sosialis seperti Independent Labour Party (Inggris) dan POUM (Spanyol). Dibentuk pada 1932 di sebuah konferensi di Wina, Biro London ini berumur pendek dan bubar pada 1940. Biro London, yang juga dijuluki “International 3 1/2”, sempat dekat dengan Oposisi Kiri yang dipimpin Trotsky, tetapi karena politiknya yang tidak tegas dan sentris, Leon Trotsky mengkritiknya dengan keras.