Zaman kita sekali lagi penuh dengan banyak memoar, barangkali lebih banyak daripada yang sudah-sudah. Ini karena ada banyak hal yang perlu diceritakan. Semakin dramatik dan semakin penuh dengan perubahan sebuah zaman, semakin dalam ketertarikan orang pada sejarah zaman tersebut. Seni melukis pemandangan alam tidak akan pernah bisa lahir di gurun Sahara. “Persimpangan” dua zaman, seperti saat ini, membangunkan hasrat untuk menengok kembali masa lalu, yang sudah jauh di belakang, melalui mata para partisipan aktifnya. Inilah mengapa sastra memoar tumbuh demikian pesat semenjak hari-hari peperangan yang lalu. Mungkin ini juga akan membenarkan penulisan buku ini.
Buku ini lahir ke dunia karena kehidupan politik aktif sang penulis terhenti untuk sementara. Salah satu tempat perhentian yang tak terduga, namun bukan kebetulan, dalam kehidupanku adalah Konstantinopel. Di sini aku menancapkan kemahku – tetapi bukan untuk pertama kalinya – dan dengan sabar menunggu apa yang akan datang selanjutnya. Kehidupan seorang revolusioner akan cukup mustahil tanpa sedikit “fatalisme” seperti ini. Dalam satu atau lain cara, jeda di Konstantinopel ini ternyata menjadi momen yang paling cocok bagiku untuk menilik ke belakang sebelum situasi mengizinkanku untuk melangkah maju.
Awalnya aku menulis sketsa-sketsa otobiografi singkat untuk surat kabar, dan berpikir aku akan membiarkannya seperti itu saja. Dan di sini aku ingin mengatakan bahwa, dari tempat pengasinganku, aku tidak dapat melihat bagaimana bentuk sketsa tersebut ketika mereka sampai ke publik. Tetapi setiap karya memiliki logikanya sendiri. Aku tidak terdorong untuk melangkah lebih jauh sampai aku hampir menyelesaikan artikel-artikel tersebut. Kemudian aku memutuskan untuk menulis buku. Aku menerapkan skala yang berbeda dan jauh lebih luas, dan mengerjakan ulang seluruh karya ini dari nol. Satu-satunya kesamaan antara artikel-artikel koran tersebut dan buku ini adalah mereka mengupas subjek yang sama. Lain dari itu, mereka adalah produk yang berbeda.
Aku telah membahas dengan sangat rinci periode kedua revolusi Soviet, yang permulaannya bertepatan dengan jatuh sakitnya Lenin dan pembukaan kampanye melawan “Trotskisme.” Usaha kaum epigon[1] untuk merebut kekuasaan, seperti yang akan aku coba buktikan, bukanlah persengketaan antar-pribadi semata; ini mewakili sebuah bab Politik baru – yakni reaksi melawan Revolusi Oktober, dan persiapan Thermidor[2]. Dari sini jawaban atas pertanyaan yang sering dilontarkan kepadaku – “Bagaimana Anda bisa kehilangan kekuasaan?” – mengalir secara alami.
Otobiografi seorang politisi revolusioner mau tidak mau harus menyentuh serangkaian problem teoritis menyangkut perkembangan sosial Rusia, dan sebagian menyangkut umat manusia secara keseluruhan, tetapi terutama menyangkut periode-periode kritis yang disebut revolusi. Tentu saja aku belum bisa di halaman-halaman buku ini menelaah secara kritis problem-problem teori yang kompleks dalam esensinya. Apa-yang-disebut teori revolusi permanen, yang memainkan peran begitu besar dalam kehidupan pribadiku, dan, yang lebih penting, terekspresikan dalam realitas yang begitu pedih di negeri-negeri Timur, memenuhi buku ini sebagai leitmotif yang samar. Bila ini tidak memuaskan para pembaca, kajian mengenai masalah Revolusi Rusia dalam esensinya akan tertuang dalam buku terpisah, di mana aku akan mencoba memberikan bentuk pada kesimpulan-kesimpulan teoritis utama dari pengalaman beberapa dekade terakhir.[3]
Ada banyak orang yang aku kisahkan di halaman-halaman buku ini, dan mereka atau partai mereka tidak selalu digambarkan sesuai dengan keinginan mereka. Banyak dari mereka akan berpendapat, kisahku ini tidak memiliki objektivitas yang diperlukan. Sejumlah orang bahkan telah menyangkal artikel-artikel otobiografi yang telah terbit di surat kabar. Ini tidak bisa dihindari. Aku percaya, bahkan bila aku menulis otobiografi ini seperti potret yang kaku – yang bukan maksudku aku sama sekali – ini akan tetap memicu gaung diskusi yang dimulai pada saat itu oleh polemik-polemik yang dikisahkan dalam buku tersebut. Buku ini bukanlah potret kaku kehidupanku. Buku ini adalah bagian dari kehidupanku. Aku telah mengabdikan seluruh hidupku pada perjuangan, dan dalam halaman-halaman ini aku meneruskan perjuangan tersebut. Dalam menjelaskan, aku juga mencirikan dan mengevaluasi; dalam menarasi, aku juga membela diriku, dan lebih sering menyerang. Bagiku ini adalah satu-satunya metode untuk menulis otobiografi yang objektif dalam pengertian yang lebih tinggi, yakni dengan membuatnya menjadi ekspresi yang paling tepat dari kepribadian, situasi, dan zaman yang dikisahkannya.
Objektivitas bukanlah berarti pura-pura tidak acuh, di mana secara munafik kita berbicara mengenai kawan dan lawan kita, di mana kita menggunakan insinuasi untuk mengatakan apa yang tidak ingin kita nyatakan secara langsung kepada pembaca kita. Objektivitas semacam ini hanyalah muslihat. Aku tidak membutuhkannya. Karena aku telah memutuskan untuk menulis mengenai diriku sendiri – dan tidak ada orang yang berhasil menulis otobiografi tanpa menulis mengenai dirinya sendiri – aku tidak punya alasan untuk menyembunyikan simpati atau antipatiku, perasaan cinta atau benciku.
Ini adalah buku polemik. Buku ini mencerminkan dinamika kehidupan sosial yang dibangun sepenuhnya di atas kontradiksi. Kelancangan murid terhadap gurunya; kecemburuan remeh-temeh yang ditutupi dengan kesopanan; kompetisi perdagangan yang tak henti-henti; persaingan sengit di semua cabang sains murni dan aplikasi, seni, dan olahraga; pertikaian dalam parlemen yang mengungkapkan perbedaan kepentingan yang dalam; perdebatan tajam yang terus terjadi setiap hari di surat-surat kabar; pemogokan buruh; penembakan para demonstran; bom-bom yang saling dikirim oleh tetangga-tetangga beradab melalui udara; lidah api perang saudara, yang tidak pernah padam di planet kita – semua ini adalah bentuk “polemik-polemik” sosial, dari yang lazim, konstan, dan normal, yang hampir tak terlihat walaupun intens, sampai perang dan revolusi yang luar biasa, eksplosif, dan meledak-ledak. Demikianlah era kita. Kita semua telah tumbuh besar dengannya. Kita menghirupnya dan hidup dengannya. Bagaimana kita bisa tidak berpolemik bila kita ingin jujur pada era kita?
Tetapi ada kriteria lain yang lebih mendasar, yakni ketelitian dan kecermatan dalam memaparkan fakta. Seperti halnya perjuangan revolusioner yang paling pahit harus mempertimbangkan waktu dan tempat, maka karya yang paling polemis harus memperhatikan proporsi antara objek dan individu. Aku harap aku telah memperhatikan ini bukan hanya dalam keseluruhannya, tetapi juga dalam hal-hal yang partikular.
Dalam beberapa kasus – walaupun ini tidak terlalu banyak – aku mengisahkan percakapan dari masa lalu yang sangat lampau dalam bentuk dialog. Tidak ada orang yang akan menuntut laporan verbatim dari percakapan yang terjadi bertahun-tahun yang lalu. Dan aku juga tidak mengklaim dialog tersebut akurat. Beberapa dialog ini memiliki semacam karakter simbolik. Namun, setiap orang memiliki momen dalam hidup mereka ketika percakapan tertentu begitu terpatri dalam memori mereka. Kita biasanya mengisahkan kembali percakapan ini kepada kawan-kawan pribadi atau politik kita; dan oleh karenanya, percakapan tersebut menjadi terpatri dalam memori kita. Tentu saja aku berbicara mengenai semua percakapan yang bersifat politik.
Aku akan katakan di sini, aku terbiasa percaya pada memoriku. Kesaksiannya telah diverifikasi oleh fakta lebih dari sekali, dan telah lolos ujian ini dengan sempurna. Bila ingatan topografiku, apalagi ingatan musik, sangat lemah, dan ingatan visual dan bahasaku cukup medioker, namun ingatanku mengenai gagasan sangat di atas rata-rata. Dan, terlebih lagi, dalam buku ini, gagasan-gagasan, evolusi mereka, dan perjuangan manusia untuk gagasan-gagasan ini, menempati posisi paling penting.
Benar, memori bukanlah alat rekam yang otomatis. Di atas segalanya, memori tidak pernah bebas dari bias. Tidak jarang memori mengenai episode tertentu terhapus atau terdorong ke pojokan gelap karena memori ini tidak sejalan dengan insting utama yang mengaturnya – biasanya ambisi. Tetapi ini adalah persoalan kritik “psikoanalisis”, yang kadang-kadang sangat imajinatif dan instruktif, tetapi biasanya serampangan dan tidak ada basisnya.
Bagaimanapun, aku terus memeriksa memoriku dengan bukti dokumentasi. Kendati kesulitan kondisi kerjaku, dalam hal mencari informasi di perpustakaan atau mencari arsip, aku telah mampu memverifikasi semua fakta dan tanggal penting.
Dimulai dari tahun 1897, aku telah mengobarkan perjuangan terutama dengan pena di tangan aku. Maka dari itu, hampir semua peristiwa dalam kehidupanku telah meninggalkan jejak tinta yang tak terinterupsi selama tiga puluh dua tahun. Perseteruan faksional dalam partai, yang dimulai pada 1903, sungguh kaya dengan kisah-kisah personal. Musuh-musuhku, seperti aku sendiri, tidak pernah menahan diri dalam menyerang lawannya. Mereka semua telah meninggalkan bekas luka mereka dalam tulisan. Semenjak Revolusi Oktober, sejarah gerakan revolusioner telah menempati posisi penting dalam penelitian para akademisi muda Soviet dan seluruh institusinya. Segala hal yang menarik diselidiki di arsip-arsip revolusi dan departemen kepolisian Tsar dan dipublikasikan dengan komentar-komentar faktual yang rinci. Dalam tahun-tahun pertama, ketika belum ada kebutuhan untuk menutupi apapun, kerja ini dilakukan dengan sangat jujur, teliti, dan cermat. Karya-karya Lenin dan sejumlah karyaku diterbitkan oleh Badan Penerbitan Negara, dengan catatan-catatan kaki yang menghabiskan lusinan halaman di setiap jilid dan mengandung materi-materi faktual yang tak ternilai harganya mengenai aktivitas para penulisnya dan peristiwa-peristiwa selama periode saat itu. Semua ini tentu saja telah membantu penulisan buku ini, membantuku memperbaiki kronologi peristiwa dan menghindari kekeliruan fakta, setidaknya dalam hal-hal yang serius.
Aku tidak dapat menyangkal bahwa kehidupanku tidak menyusuri jalan yang lazim. Ini karena kondisi-kondisi yang inheren dalam zaman yang aku lalui, dan bukan karena aku sendiri. Tentu saja, untuk bisa melakukan apa yang aku lakukan, diperlukan karakter dan kepribadian tertentu, baik yang baik maupun yang buruk. Tetapi di bawah kondisi sejarah yang berbeda, semua keunikan pribadi ini mungkin akan tetap dorman sepenuhnya; begitu juga dengan banyak karakter dan semangat tertentu, yang akan tetap dorman selama mereka tidak dituntut hadir oleh lingkungan sosial. Di sisi lain, kualitas-kualitas yang hari ini terkubur atau tertekan dapat muncul. Di atas kondisi subjektif muncul kondisi objektif, dan pada analisa terakhir kondisi objektiflah yang menentukan.
Kehidupan aktifku, kehidupan intelektualku, yang dimulai ketika aku berumur sekitar tujuh belas atau delapan belas, sedari awal merupakan pergulatan tanpa henti demi gagasan tertentu. Dalam kehidupan pribadiku, tidak ada peristiwa yang patut menerima perhatian publik dalam diri mereka sendiri. Semua episode unik dalam kehidupanku terikat dengan perjuangan revolusioner, dan memperoleh signifikasi darinya. Ini sendiri membenarkan penerbitan otobiografi ini. Tetapi dari sumber yang sama ini mengalir banyak kesulitan bagi sang penulis. Fakta-fakta dalam kehidupan pribadiku telah terbukti sangat terikat dengan tekstur peristiwa sejarah sehingga sangat sulit untuk memisahkan mereka. Terlebih, buku ini bukanlah karya sejarah. Aku mengkaji peristiwa-peristiwa bukan menurut signifikasi objektif mereka, tetapi menurut bagaimana mereka terhubungkan dengan fakta kehidupan pribadiku aku. Maka dari itu, sewajarnya, penuturan peristiwa tertentu dan seluruh periode tidaklah proporsional seperti bila buku ini ditulis sebagai karya sejarah. Aku harus meraba-raba garis pemisah antara otobiografi dan sejarah revolusi. Aku harus menjaga agar kisah hidupku tidak lantas menghilang di tengah penjabaran fakta-fakta sejarah; pada saat yang sama, aku harus menyediakan kepada para pembaca fakta-fakta dasar mengenai perkembangan sosial pada saat itu. Dalam melakukan ini, aku berasumsi bahwa alur umum peristiwa-peristiwa besar diketahui oleh pembaca, dan pembaca hanya membutuhkan pengingat singkat mengenai fakta-fakta sejarah dan kronologinya.
Saat buku ini terbit, aku akan berusia lima puluh. Hari ulang tahunku bertepatan dengan Revolusi Oktober. Orang-orang yang mistis dan pengikut Pythagoras dapat menarik kesimpulan apapun yang mereka inginkan dari fakta ini. Aku sendiri hanya menyadari kebetulan yang ganjil ini tiga tahun setelah pemberontakan Oktober. Hingga aku berumur sembilan, aku tinggal di desa kecil yang terpencil. Selama delapan tahun aku belajar di sekolah. Aku ditahan untuk pertama kalinya setahun setelah aku meninggalkan bangku sekolah. Untuk universitas, seperti banyak lainnya di jamanku, aku dipenjara, dibuang ke Siberia, dan diasingkan ke luar negeri. Di penjara Tsar aku mendekam selama empat tahun dalam dua masa terpisah. Di pembuangan Tsar, aku menghabiskan sekitar dua tahun untuk pertama kalinya, dan beberapa minggu untuk yang kedua kalinya. Aku melarikan diri dari Siberia dua kali. Sebagai eksil, aku bermukim selama hampir dua belas tahun di berbagai negeri Eropa dan Amerika – dua tahun sebelum Revolusi 1905, dan hampir sepuluh tahun setelah kekalahannya. Pada 1915, selama perang, aku dijatuhi hukuman in absentia untuk dipenjara di Jerman Hohenzollern; tahun selanjutnya aku diusir dari Prancis dan Spanyol, dan setelah mendekam sejenak di penjara Madrid, dan sebulan di Cadiz di bawah pengawasan polisi, aku dideportasi ke Amerika. Aku ada di sana ketika Revolusi Februari meletus. Dalam perjalanan dari New York, aku ditangkap oleh Inggris pada Maret 1917, dan mendekam selama sebulan di kamp konsentrasi di Kanada. Aku berpartisipasi dalam revolusi 1905 dan 1917, dan aku adalah ketua Soviet Petersburg pada 1905, dan lagi pada 1917. Aku memainkan peran penting dalam Revolusi Oktober, dan menjadi anggota pemerintahan Soviet. Sebagai Komisar Rakyat urusan luar negeri, aku memimpin negosiasi perdamaian di Brest-Litovsk dengan delegasi Jerman, Austria-Hungaria, Turki, dan Bulgaria. Sebagai Komisar Rakyat angkatan bersenjata dan angkatan laut, selama sekitar lima tahun aku membangun Tentara Merah dan memulihkan Angkatan Laut Merah. Selain itu, selama 1920, aku memimpin upaya untuk memulihkan sistem perkeretaapian yang kacau balau saat itu.
Namun kehidupanku, kecuali selama tahun-tahun Perang Sipil, terutama diisi dengan aktivitas partai dan menulis. Pada 1923, Badan Penerbitan Negara mulai menerbitkan koleksi karyaku. Tiga belas jilid berhasil diterbitkan, tidak termasuk lima jilid mengenai subjek militer yang telah diterbitkan sebelumnya. Penerbitan ini dihentikan pada 1927, ketika persekusi terhadap “Trotskisme” menjadi semakin intens.
Pada Januari 1928, aku dibuang ke pengasingan oleh pemerintah Soviet; aku menghabiskan satu tahun di dekat perbatasan Tiongkok[4]; pada Februari 1929 aku dideportasi ke Turki, dan sekarang aku menulis baris-baris ini dari Konstantinopel.
Bahkan dalam sinopsis singkat ini, perjalanan hidupku tidak bisa dibilang monoton. Sebaliknya, dengan begitu banyaknya belokan, kejutan, konflik tajam, pasang surut, bisa dibilang kehidupanku agak penuh dengan “petualangan”. Tetapi aku harus mengatakan, aku bukan petualang. Ini bukan kepribadianku. Aku agak pedantik dan konservatif dalam kebiasaanku. Aku menyukai dan menghargai kedisiplinan dan sistem. Bukan karena ingin menciptakan paradoks, tetapi begitulah faktanya, aku harus menambahkan bahwa aku tidak tahan kekacauan atau kehancuran. Sejak sekolah aku selalu jadi murid yang teliti dan rajin, dan aku mempertahankan kedua kualitas ini sepanjang hidupku. Selama Perang Sipil, ketika aku menempuh dengan kereta api jarak yang setara dengan mengelilingi bumi beberapa kali, aku sangat senang melihat pagar-pagar baru yang dibangun dengan kayu cemara yang baru dipotong. Lenin, yang tahu kegemaranku ini, sering kali bergurau denganku mengenai ini. Sebuah buku yang ditulis dengan baik, di mana kita dapat menemukan gagasan-gagasan baru, dan pena yang baik untuk menyampaikan gagasan kita kepada orang lain, bagiku selalu merupakan hasil kebudayaan yang paling tak ternilai dan esensial. Gairah belajar tidak pernah meninggalkanku, dan sering kali dalam kehidupanku aku merasa bahwa revolusi mengganggu kerja sistematis yang ingin aku lakukan. Namun, hampir sepertiga abad kehidupanku sepenuhnya diisi dengan perjuangan revolusioner. Dan bila aku harus menjalani kehidupan ini kembali, aku tidak akan ragu menempuh jalan yang sama.
Aku terpaksa menulis kalimat-kalimat ini sebagai seorang eksil – untuk ketiga kalinya – sementara kawan-kawan terdekatku memadati tempat-tempat pembuangan dan penjara-penjara republik Soviet yang mana mereka memainkan peran menentukan dalam pembentukannya. Beberapa dari mereka bimbang, mundur, dan menyerah di hadapan musuh. Beberapa dari mereka melakukan ini karena mereka letih secara moral; yang lain karena mereka tidak dapat menemukan jalan keluar dari kesimpangsiuran situasi; dan yang lain lagi karena tekanan penderitaan fisik. Aku telah melalui dua masa di mana terjadi desersi besar-besaran terhadap panji perjuangan: setelah kekalahan Revolusi 1905, dan pada awal Perang Dunia. Oleh karena itu aku mengetahui dengan baik, dari pengalamanku sendiri, pasang surut sejarah. Ini diatur oleh hukumnya sendiri. Ketidaksabaran tidak akan mempercepat perubahannya. Aku telah terbiasa memandang perspektif sejarah bukan dari sudut pandang nasibku sendiri. Untuk memahami rangkaian peristiwa dan untuk menemukan tempat kita dalam rangkaian peristiwa ini – inilah tugas terutama seorang revolusioner. Dan pada saat yang sama, adalah kepuasan pribadi terbesar bagi seorang yang tidak membatasi tugas-tugasnya pada masa kini.
L. Trotsky.
Prinkipo, 1929
[1] Epigon, yang berarti pengikut atau peniru. Trotsky memakai istilah ini untuk merujuk pada kaum Stalinis yang memalsukan sejarah Revolusi Rusia, dan lebih luasnya orang-orang yang mendeklarasikan kesetiaan mereka kepada revolusi tetapi tidak memahami sama sekali dan tidak memiliki komitmen sama sekali pada gagasan yang menjadi fondasi revolusi tersebut.
[2] Thermidor – istilah yang digunakan Trotsky untuk merujuk pada kaum birokrasi Soviet yang telah mengkhianati Revolusi Oktober. Secara lebih umum, Thermidor menandai periode di mana rakyat mulai letih dan elemen-elemen yang lebih konservatif dan birokratis mengambil alih kendali revolusi. Istilah ini diambil dari kontra-revolusi yang terjadi menyusul Revolusi Prancis 1789. Pada 27 Juli 1794 (atau tanggal 9 Thermidor berdasarkan penanggalan Revolusi Prancis), pemerintahan Jacobin revolusioner digulingkan oleh elemen-elemen konservatif, dan ini berakhir dengan perebutan kekuasaan oleh Napoleon Bonaparte pada 19 November 1799.
[3] Trotsky menulis dan menerbitkan buku Revolusi Permanen pada tahun yang sama dia menulis otobiografi ini (1929), di mana dia memaparkan secara dalam teori revolusi permanen dan problem Revolusi Rusia.
[4] Trotsky merujuk pada Alma Ata (atau Almaty, Kazakhstan hari ini).